Jumat, 06 September 2013

meningkatkan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran aptitude treatment interaction



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pendidikan adalah kebutuhan manusia di sepanjang hidupnya. Tanpa pendidikan, manusia akan sulit berkembang dan menjadi terbelakang. Dengan pendidikan, manusia dapat diarahkan menjadi lebih baik dan berkualitas. Pendidikan akan terus dilakukan karena pendidikan tidak mengenal waktu dan merupakan proses yang terus berjalan sepanjang hidup manusia.
Upaya peningkatan mutu pendidikan haruslah dilakukan dengan menggerakan seluruh komponen yang menjadi subsistem dalam suatu mutu pendidikan. Salah satu subsistem yang paling menentukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah faktor guru. Guru adalah ujung tombak pendidikan, sebab guru secara langsung mempengaruhi, membina, dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral. Guru harus mempunyai kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai pengajar, paling tidak guru harus menguasai bahan yang diajarkannya dan terampil dalam hal mengajarkannya.
Dalam proses pembelajaran yang diterapkan guru saat ini masih monoton, dimana guru hanya mentrasfer ilmunya tanpa mempertimbangkan aspek intelegensi dan aspek kesiapan siswa, akibatnya siswa mengalami depresi mental, seperti kebosanan, dan mengantuk. Disamping itu fenomena yang sering diperlihatkan oleh siswa dapat melupakan suatu materi pelajaran meskipun materi tersebut baru diajarkan. Sehingga untuk materi selanjutnya sulit untuk dipahami, disamping itu siswa kurang mampu melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan penulis pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Barru pada bulan 4 tahun 2013 di peroleh keterangan dari guru bidang studi matematika bahwa hasil belajar matematika siswa rata-rata masih di bawah 60 berdasarkan nilai ujian semester ganjil tahun 2012/2013. Dari data ini dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas X siswa SMA Negeri I Barru Kabupaten Barru berada di bawah nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang Di tetapkan Di sekolah tersebut, yaitu 65 dari skor ideal 100 sehingga masih perlu ditingkatkan. Beberapa kendala utama sehingga hasil belajar matematika belum mencapai taraf yang diharapkan adalah kurangnya motifasi untuk belajar matematika. Kendala lain adalah siswa cepat lupa materi yang diajarkan karena kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep yang diajarkan serta seringnya matematika dianggap oleh siswa sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami konsep-konsepnya.
Dari beberapa kendala di atas timbul dikarenakan proses belajar yang masih menyamakan perlakuan-perlakuan dalam pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan perbedaan kemampuan siswa. Untuk mengakomodasi perbedaan individual siswa dalam pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan prestasi akademik/hasil belajar maka dikembangkanlah model-model pembelajaran yang menekankan pada pentingnya penyesuaian pembelajaran dengan perbedaan individual siswa. Salah satu dari model-model tersebut adalah Aptitude Treatment Interaction (ATI) yaitu suatu model pembelajaran yang menekankan pada penyesuaian pembelajaran (treatment) dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa.
Berdasarkan pemikiran  di atas, maka penulis bermaksud  untuk melakukan suatu  penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 BARRU.

B.       MASALAH PENELITIAN
1.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika yaitu:
a.       Rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri  Barru.
b.      Kurangnya interaksi sosial antara siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
c.       Sulit menggunakan konsep-konsep matematika dalam memecahkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Dari masalah-masalah inilah yang diduga menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru
2.      Cara  Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah yang diungkapkan di atas, tentang rendahnya hasil belajar matematika pada siswa kelas X SMA negeri 1 Barru akan dipecahkan melalui penerapan salah satu tipe dalam model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dalam penelitian tindakan kelas.
3.      Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)?”

C.      TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru  dengan penggunaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI).

D.      MANFAAT PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
1.         Bagi siswa:
Siswa dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan dan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.



2.         Bagi Guru:
Sebagai masukan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
3.         Bagi sekolah:
Sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan strategi pembelajaran matematika dalam meningkatkan kualitas dan hasil belajar matematika di sekolah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      KERANGKA TEORITIK
1.      Pengertian Belajar
Belajar tidak asing lagi di telinga kita, bahkan belajar dapat ditemukan dalam berbagai aktivitas manusia sehari-hari. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi peserta didik dengan lingkunganya. Proses belajar juga memerlukan metode yang tepat. Penggunaan metode belajar yang tepat sangat penting bagi guru dan siswa, karena dengan metode belajar yang tepat akan memungkinkan seorang siswa menguasai ilmu dengan lebih muda dan lebih cepat selesai dengan kapasitas tenaga dan pikiran yang dikeluarkan. Dengan demikian, siswa akan terhindar dari beban pikiran yang berat dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Belajar banyak diartikan dan didefenisikan oleh para ahli dengan rumusan dan kalimat yang berbeda, namun pada hakikatnya prinsip dan tujuannya sama.
Menurut morgan (Suprijono, 2009: 3) menyebutkan bahwa “Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”.
Selanjutnya menurut Gagne (Dimiyati & Mudjiono, 2009: 10) mengatakan bahwa “Belajar adalah seperangkat proses kognitf yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengelolaan informasi, menjadi kapabilitas baru.”
Sedangkan menurut Slameto (2003: 3) mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkahlaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya.”
Dari beberapa pendapat tentang pengertian belajar yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar  adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan, keahlian atau ilmu dan keterampilan yang dilakukan secara terus-menerus dalam kehidupannya untuk mencapai suatu perubahan tingkah laku.

2.      Hasil Belajar Matematika
Dalam tujuan pembelajaran tersirat harapan bahwa setelah pelaksanaan proses belajar mengajar, terjadi perubahan tingkah laku terhadap siswa yang meliputi tiga element yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik, yaitu merupakan hasil belajar bagi siswa. Ranah kognitif yang dikembangkan belum meliputi pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah mengikuti proses belajar matematika dalam kurun waktu tertentu. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai bahan pelajaran, maka diperlukan suatu alat ukur berupa tes yang hasilnya merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa yang dicapai dalam usaha belajarnya. Dengan demikian hasil belajar matematika siswa yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh siswa dalam bidang studi matematika selama mengikuti proses belajar mengajar.
3.      Pengertian Model Pembelajaran
Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sebenarnya. Seperti globe adalah model dari bumi tempat kita berpijak. Sedangkan pembelajaran yang menurut Driscoll (Slavin, 2008 : 179) didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Winataputra ( 1996:140 ) menyatakan Model pembelajaran adalah Kerangka Konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan   pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar.
Model-model pembelajaran dikembangkan utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai karakteristik siswa. Karena siswa memiliki berbagai karakteristik kepribadian, kebiasaan-kebiasaan, modalitas belajar yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran juga harus tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi harus bervariasi. Di samping didasari pertimbangan keragaman siswa, pengembangan berbagai model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak jenuh dengan proses belajar yang berlangsung.

Joyce (Trianto, 2010: 22) model pembelajaran adalah:
suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.

Menurut Aunurahman (2009 : 146) Model pembelajaran adalah:
“Perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran.”

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah suatu perangkat pembelajaran yang melukiskan pembelajaran di kelas yang sistematis untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

4.      Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
A.    Pengertian Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
Aptitude Treatment Interaction (ATI) terdiri atas 3 kata, yaitu aptitude Artinya kecerdasan atau kemampuan, treatment artinya perlakuan dan interaction artinya interaksi.
Menurut Nurdin (2005:37) menyatakan:
Model pembelajaran ATI (Aptitude–Treatment Interaction) adalah suatu konsep atau pendekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuan masingmasing.

Menurut Snow (Nurdin: 2005: 14) bahwa:
“ATI merupakan sebuah model yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan menangani siswa–siswa yang tertentu sesuai dengan  karakteristik kemampuannya. Didasari oleh asumsi bahwa optimalisasi prestasi akademik/hasil belajar dapat dicapai melalui penyesuaian antara pembelajaran (treatment) dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa.”


Model pendekatan ATI sebagai sebuah pendekatan yang berusaha mencari dan menemukan perlakuanperlakuan (treatments) yang sesuai dengan perbedaan kemampuan (aptitude) peserta didik, yaitu perlakuan yang secara optimal efektif diterapkan oleh siswa yang berbeda tingkat kemampuannya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru didalam kelas. Dengan demikian semakin cocok dengan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dengan melihat perbedaan kemampuan siswa maka semakin optimal hasil belajar yang dicapai.
Menurut Nurdin ( 2005:39 ) menyatakanModel Pembelajaran ATI (AptitudeTreatment Interaction) bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan suatu model pembelajaaran yang betul-betul peduli dan memperhatikan keterkaitan antara kemampuan (aptitude) seseorang dengan pengalaman belajar atau secara khas dengan metode pembelajaran (treatment).

Sejalan dengan pengertian di atas, Cronbach (Nurdin, 2005: 37-38) mengemukakan  bahwa:
ATI didefenisikan sebagai sebuah model pembelajaran yang berusaha mencari dan menemukan perlakuan-perlakuan yang cocok dengan perbedaan kemampuan siswa, yaitu perlakuan yang secara optimal efektif diterapkan untuk siswa yang berbeda tingkat kemampuannya”.
Kita lihat dari pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan Aptitude Treatment Interaction (ATI) adalah sebuah model pembelajaran yang menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik kemampuan siswa, sehingga model pembelajaran tersebut efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Keberhasilan model pendekatan ATI mencapai tujuan dapat dilihat dari sejauh  mana  terdapat  kesesuaian  antara  perlakuan-perlakuan  (treatment)  yang telah  diimplementasikan  dalam  pembelajaran  dengan  kemampuan  (aptitude) siswa.
B.     Langkah-langkah Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
Aptitude Treatment Interaction (ATI) merupakan sebuah model pendekatan dalam pembelajaran yang berupaya sedemikian rupa untuk menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik siswa, dalam rangka mengoptimalkan hasil belajar (Nurdin, 2005: 41-42).
Aptitude Treatment Interaction (ATI) terdiri dari empat tahapan, sebagai berikut (Nurdin, 2005: 42-43):
1)     Treatment awal
Pemberian perlakuan  awal terhadap siswa dengan menggunakan aptitude testing perlakuan ini dimaksudkan untuk menentukan dan menetapkan klasifikasi kelompok siswa berdasarkan tingkat kemampuan dan sekaligus juga untuk mengetahui potensi kemampuan masing-masing siswa dalam menghadapi informasi/pengetahuan atau kemampuan-kemampuan yang baru.
2)   Pengelompokan siswa
Pengelompokan siswa yang didasarkan pada hasil aptitude testing. Siswa di dalam kelas diklasifikasi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)   Memberikan perlakuan (treatment)
Memberikan perlakuan (treatment) kepada masingmasing kelompok siswa(tinggi, ssedang, dan rendah) dalam bentuk proses pembelajaran.
a)      Bagi kelompok siswa yang memiliki kemampuan(aptitude) tinggi, perlakuan(treatment) yang diberikan adalah belajar mandiri(self learning) dengan menggunakan modul plus yaitu belajar secara mandiri melalui modul dan buku-buku teks yang relevan dimana siswa belajar di perpustakaan. Untuk   Pembelajaran berlangsung dengan baik siswa diawasi oleh guru matematika serta seorang teman peneliti. Pemilihan belajar melalui modul didasari anggapan bahwa siswa akan belajar lebih baik jika mereka dilakukan dengan cara sendiri yang terfokus langsung pada penguasaan tujuan khusus atau seluruh tujuan. Modul bisa berisi berbagai macam kegiatan belajar dan dapat menggunakan berbagai media untuk lebih  mengefektifkan  proses belajar mengajar. Melalui modul siswa dapat mengembangkan dan meningkatkan potensinya sendiri. Menurut Suryosubroto (1983:14) menyatakan bahwa Dengan menggunakan sebagai suatu sistem penyampaian pengajaran memungkinkan anak untuk belajar sendiri tanpa terlalu bergantung pada guru dan siswa belajar sendiri sesuai dengan kemampuannya.
b)      Bagi kelompok siswa berkemampuan sedang dan rendah  diberikan pembelajaran reguler (reguler teaching) dimana  siswa   mengikuti pelajaran seperti biasa yaitu seperti kegiatan pendahuluan yakni memberikan motivasi, menjelaskan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti yaitu menyajikan pelajaran dengan menggunakan alat dan sumber belajar yang relevan, mengadakan tanya jawab, latihan dan memberikan tugas. Kegiatan penutup dengan menyimpulkan pelajaran serta memberi tindak lanjut.
c)      Bagi kelompok siswa yang memiliki kemampuan rendah diberikan special treatment, yaitu berupa pembelajaran dalam bentuk re-teaching atau tutorial. Perlakuan (treatment) diberikan setelah kelompok ini bersama-sama kelompok sedang mengikuti pelajaran secara reguler (reguler teaching) dengan tambahan  jam belajar berupa pembelajaran tutorial dimana kegiatan pembelajaran meliputi mengulang pembelajaran yang telah diberikan, membahas soal-soal, memberikan semangat dan motivasi. Pembelajaran pada kelompok ini dilakukan diluar jam belajar sekolah dalam bentuk mengajarkan  kembali materi yang diberikan pada pagi hari (bersama kelompok sedang) sehingga siswa dapat lebih menguasai materi pelajaran yang diberikan. Hal ini dimaksudkan agar secara psikologis siswa berkemampuan rendah tidak merasa diperlakukan sebagai siswa nomor dua di kelas. Re-teaching dan tutorial dipilih sebagai perlakuan khusus (special treatment) untuk kelompok ini yang didasarkan pada pertimbangan bahwa siswa berkemampuan  rendah lambat dan sulit dalam memahami dan menguasai bahan pelajaran.
4)   Tes Prestasi (Achievement test)
Setelah pembelajaran berakhir dengan menggunakan berbagai perlakuan (treatment) yang diidentifikasi sebelumnya kemudian dilakukan postes kepada ketiga kelompok siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Skor/nilai postes yang dicapai siswa pada akhir pembelajaran akan dijadikan bahan analisis untuk mendapatkan tingkat  keberhasilan  (efektifitas) pengembangan  model pembelajaran ATI.
C.     Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Model Pembelajaran ATI
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran ATI memiliki ciri khusus yaitu siswa dibagi sesuai dengan karakteristik kemampuannya (aptitude), lalu diberi pembelajaran atau perlakuan-perlakuan (treatments) yang berbeda-beda.
Siswa yang berkemampuan tinggi, pembelajarannya diarahkan kepada belajar secara mandiri (self learning) dengan menggunakan  modul plus buku-buku teks serta sumber bacaan lainnya yang relevan. Sedangkan untuk siswa yang berkemampuan sedang dan rendah untuk kesempatan pertama digabungkan dan diberikan pembelajaran secara re-teaching. Kemudian siswa yang berkemampuan rendah diberi perlakuan  khusus  berupa pengulangan pelajaran kepada siswa yang diliputi suasana tanya jawab. Pembelajaran self-learning yang dikembangkan pada siswa yang berkemampuan tinggi (anak-anak pintar) tidak banyak menuntut kinerja dan kemampuan khusus dari guru. Karena didalam modul fase atau tahap-tahap kegiatan yang akan dilalui serta bentuk-bentuk kegiatan belajar yang akan dilakukan siswa sudah tersedia sedemikian rupa. Dengan demikian berarti pembelajaran sudah bisa berjalan dengan sendiri baik ada guru maupun tidak. Selain dari kemampuan untuk   mempersiapkan modul yang perlu juga dipersiapkan dari guru disini adalah kemampuan dalam memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan agar siswa kelompok ini lebih giat lagi dalam meningkatkan belajarnya.
Pembelajaran reguler teaching yang dikembangkan untuk siswa yang berkemampuan sedang mirip dengan pembelajaran yang diimplementasikan oleh guru-guru pada saat ini. Secara garis besar ada tiga tahap kegiatan yang dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran yaitu:
a.       Pendahuluan; melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengemukakan kegiatan-kegiatan menarik dibagian pendahuluan pembelajaran.
b.      Kegiatan Inti; menyajikan bahan pelajaran menggunakan metode, alat atau media pembelajaran, sumber-sumber belajar, memberi variasi dalam kecepatan mengajar, mengatur intonasi suara, memberi penguatan dan memperoleh umpan balik pada tahap kegiatan inti.
c.       Penutup; memberi penjelasan ulang tentang pelajaran yang diberikan dan menyampaikan kesimpulan pelajaran.
Pembelajaran dalam bentuk re-teaching dan tutorial yang dikembangkan untuk siswa yang berkemampuan rendah dalam implementasinya menghendaki adanya keterampilan dan kemampuan menjelaskan ulang pelajaran yang sudah diberikan dengan menggunakan bantuan alat atau media pembelajaran seoptimal mungkin. Disamping itu yang perlu dalam pembelajaran ini adalah kesediaan, kesabaran, ketabahan, ketulusan guru dalam memberikan penghargaan, bimbingan serta motivasi kepada siswa dalam proses belajar.

B.       MATERI AJAR
MATERI POKOK : BANGUN RUANG (GEOMETRI)
a.         Kedudukan Titik, Garis, Dan Bidang
2.         Kedudukan titik terhadap garis
Jika diketahui sebuah titik T dan sebuah garis g, maka :
a.         Titik T teletak pada garis g, tau garis g melalui titik T
b.        Titik T berada diluar garis g, atau garis g tidak melalui titik T
2.         Kedudukan titik terhadap bidang
Jika diketahui sebuah titik T dan sebuah bidang H, maka :
a.         Titik T terletak pada bidang H, atau bidang H melalui titik T
b.        Titik T berada diluar bidang H, atau bidang H tidak melalui titik T
3.         Kedudukan garis terhadap garis
Jika diketahui sebuah garis g dan sebuah garis h, maka :
a.         Garis g dan h terletak pada sebuah bidang, sehingga dapat terjadi :
·         garis g dan h berhimpit, g = h
·         garis g dan h berpotongan pada sebuah titik
·         garis g dan h sejajar
b.       Garis g dan h tidak terletak pada sebuah bidang, atau garis g dan h bersilangan, yaitu kedua garis tidak sejajar dan tidak berpotongan.
4.      Kedudukan garis terhadap bidang
Jika diketahui sebuah garis g dan sebuah bidang H, maka :
a.       Garis g terletak pada bidang H, atau bidang H melalui garis g.
b.      Garis g memotong bidang H, atau garis g menembus bidang H
c.       Garis g sejajar dengan bidang H
5.      Kedudukan bidang terhadap bidang
Jika diketahui bidang V dan bidang H, maka :
a.       Bidang V dan bidang H berhimpit
b.      Bidang V dan bidang H sejajar
c.       Bidang V dan bidang H berpotongan. Perpotongan kedua bidang berupa garis lurus yang disebut garis potong atau garis persdekutuan.
b.    Jarak Titik, Garis, Dan Bidang
1.         Menghitung jarak antara titik dan garis
Jarak antara titik dan garis merupakan panjang ruas garis yang ditarik dari suatu titik sampai memotong garis tersebut secara tegak lurus.

Jarak antara titik A dengan garis g Adalah AB, karena AB tegak lurus Dengan garis g

2.         Menghitung jarak antara titik dan bidang
Jarak antara titik dan bidang adalah panjang ruas garis yang ditarik dari Text Box: Asuatu titik diluar bidang sampai memotong tegak lurus bidang.
Jarak titik A ke bidang H Adalah AB, karena garis AB Tegak lurus Text Box: HText Box: Bdengan bidang H


3.         Menghitung jarak antara 2 garis
a.         Dua garis yang berpotongan tidak mempunyai jarak
b.        Jarak antara dua garis yang sejajar adalah panjang ruas garis yang ditarik dari suatu titik pada salah satu garis sejajar dan tegak lurus garis sejajar yang lain.




 
Jarak antara garis g dan h Adalah AB, karena AB  
g dan h                                         

c.         Jarak dua garis bersilangan adalah panjang ruas garis hubung yang letaknya tegak lurus pada kedua garis bersilangan itu.
Jarak antara garis g dan adalah AB karena AB tegak lurus g dan h




4.         Menghitung jarak antara garis dan bidang
Jarak antara garis dan bidang yang sejajar adalah jarak antara salah satu
A
 
g
 
titik pada garis tehadap bidang.

Jarak antara garis g dan Bidang
B
 
H adalah AB, karena AB tegak
H
 
lurus g dan Bidang H.

5.         Jarak antara dua bidang
Jarak antara dua bidang yang sejajar sama dengan jarak antara sebuah titik pada salah satu bidang ke bidang yang lain.
                                                                Jarak antara bidang G dan H
                                                                Adalah AB.


                   
C.    KERANGKA BERFIKIR
Proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh adanya interaksi edukatif pada komponen pelajaran yang meliputi guru, siswa, materi pembelajaran serta model pembelajaran. Dengan ini guru harus pandai melakukan pendekatan pembelajaran karena tidak semua mata pelajaran dapat memakai model pembelajaran yang sama. Guru sebagai pelaksana dalam pengajaran matematika harus mencari suatu alternatif mengajar agar mudah dipahami oleh siswa, sehingga siswa dapat belajar dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya mengakibatkan hasil belajar matematika relatif tidak meningkat. Di samping siswa dalam kegiatan belajar matematika mudah melupakan suatu materi pelajaran meskipun materi tersebut baru diajarkan. Oleh sebab itu perlu diterapkan model pembelajaran matematika, sehingga siswa dapat belajar secara aktif dalam meningkatkan hasil belajar matematika. Model pembelajaran yang dimaksud ialah Aptitude Treatment Interactin (ATI) yang bertitik tolak dari hal-hal real bagi siswa dengan menekankan kemandirian dalam belajar.
Alur kerangka berfikir tentang penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) untuk meningkatkan hasil belajar matematika digambarkan sebagai berikut :































Text Box: Kondisi  Internal
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 BARRU
 

Kondisi Eksternal
 













Memahami Masalah
 


















Peningkatan Hasil
 















D.      HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat dirumuskan  hipotesis dalam penilitian ini bahwa: “Jika model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) diterapkan dalam pembelajaran matematika maka hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru dapat meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.      JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Secara garis besar pelaksanaan tindakan ini dilakukan minimal dua siklus yang setiap siklus meliputi empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

B.       LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 BARRU. Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X3 Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014.

C.    FAKTOR YANG DISELIDIKI
Faktor-faktor yang diselidiki adalah sebagai berikut:
1.        Faktor input menyangkut observasi awal tentang hasil belajar, keaktifan belajar, cara/metode mengajar guru serta faktor penyebab rendahnya hasil belajar sebelum PTK dilaksanakan.
2.        Faktor proses, yaitu untuk melihat keterlaksanaan proses belajar mengajar yang antara lain interaksi antara siswa dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
3.        Faktor hasil, yaitu untuk melihat  hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes akhir pada setiap siklus setelah diterapkan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI).
D.      PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 (dua) siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, dimana antara siklus I dan siklus II merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Dalam arti bahwa pelaksanaan siklus II merupakan kelanjutan dan perbaikan dari siklus I. Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan untuk dua siklus adalah sebagai berikut:
Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas dijelaskan sebagai berikut:
Gambaran umum Siklus I
1.    Tahap Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan tindakan ini adalah sebagai berikut:
a.    Melaksanakan observasi awal pada kelas tempat penelitian.
b.    Menelaah kurikulum SMA NEGERI 1 BARRU semester genap pada mata pelajaran matematika.
c.    Membuat perangkat pembelajaran pada saat setiap pertemuan yang terdiri dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS) bila diperlukan.
d.   Menyiapkan alat dan perlengkapan belajar yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
e.    Membuat lembar observasi untuk mengamati proses pembelajaran.
f.     Menyiapkan alat bantu pembelajaran yang dibutuhkan.
g.    Membuat evaluasi.
2.    Tahap Pelaksanaan tindakan
Adapun pelaksanaan tindakan yang akan dilaksanakan selama penelitian yang terdiri dari dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II sebagai berikut.
a.    Guru membuka pelajaran, memotifasi siswa  dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b.    Mengecek kahadiran siswa.
c.    Menyampaikan materi pokok yang akan dibahas, dan menjelaskan sambil memberikan motivasi belajar.
d.   Guru melakukan pengukuran kemampuan masing-masing siswa melalui tes kemampuan.
e.    Guru Membagi siswa ke dalam bentuk kelompok.
f.     Guru memberikan perlakuan pada masing-masing kelompok dalam pembelajaran.
g.    Guru memberikan pembelajaran regular atau pembelajaran konvensional sebagaimana mestinya bagi kelompok siswa yang berkemampuan sedang dan rendah.
h.    Memberikan tugas-tugas kepada siswa setiap akhir pembelajaran di kelas.
3.  Tahap Observasi dan evaluasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat kemudian melaksanakan evaluasi dengan mengadakan tes akhir siklus I.

4.  Tahap Refleksi
Refleksi dilakukan pada setiap akhir siklus. Hasil yang diperoleh  pada tahap observasi dikumpulkan, demikian pula hasil tes belajar siswa. Hasil analisis siklus pertama inilah yang dijadikan sebagai acuan penulis untuk merencanakan siklus berikutnya, sehingga hasil yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan yang diharapkan dan hendaknya lebih baik dari siklus sebelumnya.
Untuk siklus berikutnya, dilakukan jika dalam pelaksanaan kegiatan pada siklus pertama dianggap belum mencapai hasil yang maksimal dan teknik yang digunakan sama dengan siklus sebelumnya.
Gambaran umum Siklus II
Semua kegiatan yang dilakukan pada siklus I akan diulangi pada siklus II dengan sejumlah perubahan sesuai dengan analisis refleksi, saran dari guru lain, dan saran dari dosen pembimbing.

E.       INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, Instrumen yang digunakan adalah:
1.    Tes, yaitu tes yang diberikan kepada siswa setelah diadakan tindakan setiap akhir siklus.
2.    Lembar Observasi, yaitu berupa catatan tentang aktivitas siswa dan guru dalam mengikuti pelajaran yang bertujuan sebagai pedoman untuk menentukan tindakan berikutnya.


F.       TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Adapun teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1.    Data mengenai hasil belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes pada setiap akhir siklus.
2.    Data mengenai kondisi kegiatan belajar mengajar dan perubahan sikap siswa dikumpulkan melalui pengamatan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

G.      TEKNIK ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis yang meliputi, skor rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum, nilai minimum dan persentase.
Data hasil belajar yang diperoleh dikategorikan berdasarkan tehnik kategorisasi standar yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yaitu: Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:
1.      Untuk menilai ulangan atau Tes Formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa selanjutnya  dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh    rata-rata tes formatif dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Nilai rata-rata = x 100%
Dimana :  = jumlah semua nilai siswa
= jumlah siswa
2.      Untuk Ketuntasan Belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara   klasikal yang disebut taraf serap.Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor  sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 65 dan taraf serap dihitung dengan rumus persentase tarap serap sebagai berikut:
Dengan kriteria :
     ≥ 80                       =   Sangat tinggi
60% – 79%                 =   Tinggi
40% – 59%                 =   Sedang
20% – 39%                 =   Rendah
       < 20                     =   Sangat rendah (Diadopsi dari Sa’adah, 2000)

3.      Untuk Lembar Observasi
Pelaksanaan observasi dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung. Lembar observasi berfungsi untuk menilai aktivitas belajar siswa. Menghitung lenbar observasi aktivitas siswa digunakan rumus sebagai berikut:
Persentase Aktivitas Siswa  =
Dimana:     J   =   Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
                  N  =   Jumlah seluruh siswa.
Dengan kriteria :
     ≥ 80%                   =   Sangat tinggi
60% – 79%                =   Tinggi
40% – 59%                =   Sedang
20% – 39%                =   Rendah
  < 20                          =   Sangat rendah (Diadopsi dari Sa’adah, 2000)

Tabel 3.1  kategori ketuntasan hasil belajar sebagai berikut
NO.
Nilai Siswa
Kategori Ketuntasan
1.
2.
≥65
< 64
Tuntas
Tidak tuntas

Sedangkan untuk mengetahui standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) diperoleh dari guru bidang studi, yaitu:
Menurut Arikunto(2005) Hasil belajar yang di peroleh siswa dapat di kategorikan seperti pada table sebagai berikut
NO.
Interval Nilai Siswa
Kualifikasi
1.
80-100
Sangat Baik
2.
70-79
Baik
3.
65-69
Cukup
4.
60-64
Kurang

55-60
Gagal

Kemudian untuk analisis kualitatif digunakan lembar observasi untuk mengetahui perubahan sikap siswa, keaktifan siswa, kerajianan siswa dan keterampilan siswa.

H.      INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator keberhasilan penelitian Tindakan Kelas  ini adalah terjadinya peningkatan skor hasil belajar siswa yang ditinjau dari hasil tes setiap akhir siklus dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah 65 dan ketuntasan klasifikasi minimal 85%, Sementara itu indikator proses pada penelitian tindakan kelas ini terjadi peningkatan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar dari siklus I  ke siklus II. Keaktifsan tersebut merupakan komponen yang diamati pada saat proses belajar mengajara berlangsung melalui lembar observasi.  

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru Kabupaten Barru setelah diterapkan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Data hasil penelitian adalah data yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa setelah pelaksanaan tindakan siklus I, siklus II dan hasil observasi selama pelaksanaan tindakan serta hasil angket respon siswa setiap akhir siklus.

A.  Hasil Penelitian
1.        Hasil Belajar Siswa
a)      Deskripsi Hasil Tes Belajar Siklus I
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana tercantum pada lampiran 4, maka rangkuman statistik tes hasil belajar matematika siswa dengan diterapkannya model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.Statistik Skor Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I

Statistik
Nilai statistic
     Subjek
32
     Skor Ideal
100
     Skor Rata-rata
65,68
     Skor Tertinggi
95
     Skor Terendah
33
     Rentang Skor
62
     Standar Deviasi
18,98121
     Variansi
360,286
Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Kabupaten Barru setelah pemberian tindakan pada siklus I sebesar 65,68 dengan standar deviasi 18,98121. Skor yang dicapai siswa terbesar dengan skor tertinggi 95 dan skor terendah 33 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0, dengan rentang skor 62. Jika skor tes hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekwensi dan persentase sebagai berikut:
  Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Tes Pada Siklus I

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
0 – 54
55 - 64
65 - 79
80 - 89
90 - 100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
11
6
6
3
6
34,3
18,8
18,8
9,3
18,8
Jumlah
32
00

Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat 34,3% siswa yang berada pada kategori sangat rendah, 18,8% siswa berada pada kategori rendah, 18,8% siswa berada pada kategori sedang, 9,3% siswa berada pada kategori tinggi dan 18,8% siswa yang berada pada kategori sangat tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, maka diperoleh skor rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 65,68. Jika skor rata-rata siswa tersebut dikonversi dengan Tabel 4.2, maka skor rata-rata hasil belajar pada siklus I masuk dalam kategori sedang. Kemudian kita lihat persentase ketuntasan belajar matematika siswa setelah tindakan pembelajaran pada siklus I dapat di lihat pada tabel 4.3 berikut ini.
    Tabel 4.3 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Pada Siklus I

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
0 – 64
65 – 100
Tidak tuntas
Tuntas
17
15
53,1
46,9
Jumlah
32
100

Berdasarkan tabel 4.3 tampak bahwa dari 32 siswa kelas X.1  terdapat 17 siswa  (53,1%) yang belum tuntas belajar dan 15 siswa (46,9%) yang telah tuntas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika pada siklus I ketuntasan secara klasikal belum tercapai dari jumlah siswa yang telah tuntas belajarnya sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II.
b)       Deskripsi Hasil Tes Belajar Siklus II
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana tercantum pada lampiran C, maka rangkuman statistik skor  tes hasil belajar matematika siswa pada Siklus II dengan diterapkannya model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dapat dilihat pada tabel berikut:
                 Tabel 4.4 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa pada Siklus II
Statistik
Nilai Statistik
     Subjek
32
     Skor Ideal
100
     Skor Rata-rata
84,69
     Skor Tertinggi
100
     Skor Terendah
50
     Rentang Skor
50
     Standar Deviasi
14,081
     Variansi
198,286


Tabel 4.4 Menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Kabupaten Barru melalui pembelajaran  Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada siklus II sebesar 84,69 dengan standar deviasi 14,081. Skor yang dicapai siswa terbesar dengan skor tertinggi 100 dan skor terendah 50 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0, dengan rentang skor 50. Jika skor tes hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekwensi dan persentase sebagai berikut:
      Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Tes Siklus II
[
Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
  0 – 54
55 - 64
65 - 79
80 - 89
  90 - 100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
2
2
2
10
16
6,2
6,2
6,2
31,4
50,0
Jumlah
32
100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa 6,2% siswa yang berada pada kategori sangat rendah, 6,2% siswa berada pada kategori rendah, 6,2% siswa berada pada kategori sedang, 31,4% siswa berada pada kategori tinggi, dan 50,0% siswa yang berada pada kategori sangat tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, maka diperoleh skor rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II yaitu 84,69. Jika skor rata-rata siswa tersebut dikonversi dengan Tabel 4.5, maka skor rata-rata hasil belajar pada siklus II masuk dalam kategori tinggi. Kemudian kita lihat persentase ketuntasan belajar matematika siswa setelah tindakan pembelajaran pada siklus II dapat di lihat pada tabel 4.6 berikut ini.
     




    Tabel 4.6 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Pada Siklus II

Skor
Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
0 – 64
65 -100
Tidak tuntas
Tuntas
4
28
12,5
87,5
Jumlah
32
100

Berdasarkan tabel 4.6 tampak bahwa dari 32 orang siswa kelas X.1  terdapat 4 orang siswa  (12,5%) yang belum tuntas belajar dan 28 orang siswa (87,5%) yang telah tuntas belajar. Ini berarti ketuntasan belajar pada siklus II tercapai secara klasikal karena jumlah siswa yang tuntas melebihi .
c)        Perbandingan Analisis Deskripsi Pada Siklus I dan Siklus II
Dengan memperhatikan tabel berikut, maka akan diperlihatkan perubahan peningkatan skor hasil tes belajar matematika siswa setelah pelaksanaan tindakan melalui pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada siklus I dan siklus II.
      Tabel 4.7  Distribusi Frekwensi dan Persentase Skor Hasil Belajar
                          Matematika Siswa Pada Siklus I dan Siklus II
Skor
Kategorisasi
Frekuensi
Persentase %
Siklus I
Siklus II
Siklus I
Siklus II
 0 – 54
54 – 64
65 – 79
80 – 89
90 – 100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
11
6
6
3
6
2
2
2
10
16
34,3
18,8
18,8
9,3
18,8
6,2
6,2
6,2
31,4
50,0
Jumlah
27
27
100%
100 %

Berdasarkan tabel 4.7 terlihat adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, adanya penurunan jumlah siswa yang berada pada kategori sangat rendah pada siklus II jika dibandingkan dengan siklus I. Adapun hasil belajar siswa untuk kategori tinggi dan sangat tinggi  mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Dari perbandingan analisis deskriptif siklus I dengan siklus II menunjukkan bahwa skor rata-rata tes hasil belajar matematika siswa mengalami peningkatan yaitu  65,68 pada siklus I menjadi 84,68 pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Kabupaten Barru setelah pelaksanaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Selanjutnya pada tabel 4.8 berikut akan ditunjukkan ketuntasan belajar siswa setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II.
   Tabel 4.8 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa pada
                                      Siklus I dan Siklus II

Skor

Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Siklus I
Siklus II
Siklus I
Siklus II
 0 – 64
Tidak tuntas
17
4
53,1
12,5
65 – 100
Tuntas
15
28
46,9
87,5
Jumlah
27
27
100
100

Berdasarkan tabel 4.8 tampak bahwa jumlah siswa yang tidak tuntas belajarnya berkurang dari siklus I ke siklus II yakni pada siklus I yang tidak tuntas berjumlah 17 siswa (53,1%) dan pada siklus II hanya terdapat 4 siswa (12,5%). Begitupun siswa yang tuntas belajarnya mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II, yakni pada siklus I terdapat 15 siswa (46,9%) yang tuntas belajarnya dan meningkat pada siklus II dengan 28 siswa (87,5%) yang tuntas belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang dicapai telah memenuhi indikator keberhasilan.

2.         Hasil Observasi untuk Melihat Perubahan Sikap Siswa dalam Proses Belajar Mengajar.
a)        Siklus I
Data aktivitas siswa pada siklus I diperoleh melalui hasil observasi selama proses pembelajaran di setiap pertemuan berdasarkan indikator dalam lembar observasi. Adapun deskripsi aktivitas siswa pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut:
                 Tabel 4.9 Aktivitas Siswa pada Sikklus I

No

Komponen yang diamati

Pertemuan
Persentase
(%)
I
II
III
IV
1.
Siswa yang mengikuti proses pembelajaran
31
32
29
 

T
E
S

S
I
K
L
U
S


I
95,83
2.
Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru
22
24
27
76,04
3.
Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti
3
5
10
18,75
4.
Siswa yang menjawab pertanyaan atau permasalahan yang muncul
2
4
5
11,46
5.
Siswa yang mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) yang berupa soal-soal latihan.
25
26
28
82,29
6.
Siswa yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran.
12
8
5
26,04
7.
Siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal dipapan tulis.
3
5
7
15,62
8.
Siswa yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar
8
5
3
16,67
                 
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi kehadiran siswa tergolong tinggi yaitu 95,83%, siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru yaitu 76,04%, Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang  materi pelajaran yang belum dimengerti rata-rata mencapai 18,75%, siswa yang menjawab setiap pertanyaan/permasalahan yang muncul rata-rata mencapai 11,46%, siswa yang menyelesaikan LKS rata-rata mencapai 82,29%, siswa yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran  rata-rata mencapai 26,04%,  siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal dipapan tulis rata-rata mencapai 15,62%,  siswa yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar rata-rata mencapai 16,67%.
b)       Siklus II
Data aktivitas siswa pada siklus II diperoleh melalui hasil observasi selama proses pembelajaran di setiap pertemuan. Adapun deskripsi aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:
                   Tabel 4.10. Aktivitas Siswa pada Siklus II

No

Komponen yang diamati

Pertemuan
Persentase
(%)
I
II
III
IV
1.
Siswa yang mengikuti proses pembelajaran
31
32
32
 

T
E
S



S
I
K
L
U
S
II
98,96
2.
Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru
24
28
30
85,42
3.
Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi yang belum dimengerti
4
7
13
29,17
4.
Siswa yang menjawab pertanyaan atau permasalahan yang muncul.
5
7
9
21,88
5.
Siswa yang mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) berupa soal-soal latihan.
28
29
31
91,67
6.
Siswa yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran.
5
3
2
10,42
7.
Siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal dipapan tulis.
8
10
15
34,38
8.
Siswa yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar.
3
3
2
8,33
Berdasarkan Tabel 4.10. di atas diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi kehadiran siswa tergolong tinggi yaitu 98,96%, siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru yaitu 85,42%, Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang  materi pelajaran yang belum dimengerti  rata-rata mencapai 29,17%, siswa yang menjawab setiap pertanyaan/permasalahan yang muncul rata-rata mencapai 21,88%, siswa yang menyelesaikan LKS rata-rata mencapai 91,67%, siswa yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran  rata-rata mencapai 10,42%,  siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal dipapan tulis rata-rata mencapai 34,38%,  siswa yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar rata-rata mencapai 8,33%.

B.  Pembahasan
1.    Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
Pembahasan mengenai pelaksanaan siklus I yang sesuai dengan tahapan Penelitian Tindakan Kelas yaitu sebagai berikut :
a.    Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan langkah awal yang dilakukan guru sebelum melaksanakan tindakan dalam pembelajaran matematika di kelas. Pada tahap ini ada beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai berikut:
1)         Menyediakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada model Aptitude Treatment Interaction (ATI).
2)         Menyediakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau soal-soal latihan yang mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk dikerjakan siswa pada setiap pertemuan baik secara individu maupun secara kelompok.
3)         Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas  dan perubahan tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar berlangsung pada pelaksanaan tindakan siklus I dengan indikator:
a.          Siswa yang mengikuti proses pembelajaran.
b.         Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru.
c.          Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti.
d.         Siswa yang menjawab pertanyaan atau permasalahan yang muncul.
e.          Siswa yang mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) yang berupa soal-soal latihan.
f.          Siswa yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran.
g.         Siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis.
h.         Siswa yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar.
4)        Mempersiapkan alat evalusi berupa soal tes essay pada siklus I dengan jumlah soal 4 nomor, untuk melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berdasarkan materi yang telah diajarkan:
a.       Pada pertemuan pertama dibahas mengenai kedudukan titik dan garis dalam ruang, dan kedudukan titik dan bidang dalam ruang
b.      Untuk pertemuan kedua dibahas  mengenai jarak dari titik ke titik dalam ruang, dan jarak titik ke bidang dalam ruang
c.       Untuk pertemuan ketiga pada siklus I materi yang akan dibahas adalah membahas lanjutan materi ada pertemuan ke dua dengan memberikan latihan berupa contoh yang bertujuan melatih kemampuan individu siswa
5)        Mempersiapkan kunci  jawaban tes siklus I yang akan digunakan siswa untuk menjawab soal tes siklus I saat dilaksanaan tes siklus I.
b.   Tahap Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Adapun pelaksanaan tindakan pada Siklus I ini berlangsung selama 4 kali pertemuan dengan  lama waktu setiap pertemuan adalah 2 jam pelajaran. Pertemuan I sampai pertemuan III diisi dengan kegiatan belajar dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dan pertemuan IV diisi dengan pemberian tes siklus I, dengan pokok bahasan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang serta jarak antara titik ke titik, titik ke garis, dan titik ke bidang. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1)         Guru menyampaikan pokok materi pembelajaran yang akan dibahas dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2)         Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk membangkitkan minat dan keingintahuan siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan faktual tentang materi yang akan dipelajari. Sehingga dengan demikian siswa akan mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka. Hal ini dilakukan pada awal pembelajaran di setiap pertemuan.
3)         Guru membagikan LKS berupa soal-soal latihan yang berkaitan dengan materi yang diberikan kepada setiap siswa. dan meminta siswa menyelesaikannya sendiri meskipun mereka dibagi dalam kelompok-kelompok. Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi pemahaman mereka.
4)Siswa dibagi ke dalam kelompok yaitu kelompok tinggi (siswa berkemampuan tinggi/pintar), kelompok sedang (siswa berkemampuan sedang) dan kelompok rendah (siswa berkemampuan rendah/sangat rendah) masing dibagi berpasangan yang jumlahnya 2 org.
5)         Untuk kelompok tinggi siswa diberikan instruksi untuk belajar sendiri/belajar mandiri mengenai kedudukan dan jarak titik, garis dan bidang pada bangun ruang dengan menggunakan buku paket dan buku-buku penunjang lainnya.
6)         Untuk kelompok sedang dan rendah siswa diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai kedudukan dan jarak titik, garis dan bidang pada bangun ruang dan guru membimbing siswa mengenai materi tersebut.
7)         Siswa mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan materi tersebut.
8)         Guru dan siswa bersama-sama membahas contoh soal dalam buku paket dan menjawab soal-soal yang belum dimengerti.
9)         Khusus untuk kelompok rendah penambahan jam belajar selama sepuluh menit mengenai materi yang belum dimengerti.
10)     Pada kegiatan akhir menginstruksikan siswa untuk bergabung kembali antara kelompok tinggi, sedang dan rendah.
11)     Guru memberikan penjelasan yang benar tentang materi yang telah dipelajari, dan guru memberikan umpan balik positif terhadap soal yang dianggap sulit dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dari materi.
12)     Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru memberikan pujian dan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan bekerja dengan baik agar siswa lebih bersemangat, dan siswa yang lainnya termotivasi.
13)     Guru dan siswa melakukan refleksi dan mengumpulkan tugas siswa, setelah itu guru menyampaikan sub materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.
c.    Tahap Observasi dan Evaluasi
1)      Hasil Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi.
2)      Hasil Evaluasi
Selanjutnya, Pada siklus I ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian setelah penyajian materi selama 3 kali pertemuan
.


d.   Tahap Refleksi
Beberapa hal yang menjadi bahan refleksi pada siklus I diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Umumnya siswa menunjukkan antusias belajar yang positif, seperti menanggapi pertanyaan, keberanian mengajukan pertanyaan atau tanggapan pada guru, dan keinginan untuk menyelesaikan contoh-contoh soal yang diberikan. Namun karena siswa belum terbiasa  dengan tindakan yang diberikan maka kelas menjadi agak gaduh sehingga pengelolaan kelas lebih ditekankan pada siklus II.
2.      Masih ada beberapa siswa yang sulit dalam berkomunikasi dengan teman kelompoknya. Untuk itu guru harus membimbing siswa tersebut.
3.      Dari hasil tes siklus 1, masih terdapat beberapa siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM. Hal ini disebabkan karena dalam kegiatan pembelajaran selama 3 pertemuan sebelumnya, beberapa siswa tersebut kurang aktif dalam pembelajaran, tidak memperhatikan penjelasan, dan tidak hadir dalam beberapa pertemuan.
e.    Keputusan
  Hasil belajar siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan yaitu tuntas individu jika mempeoleh skor 65 dan tuntas klasikal apabila mencapai 85% dari jumlah siswa yang tuntas belajar, sehingga pelaksanaan tindakan masih dilanjutkan pada siklus II dengan berbagai perbaikan berdasarkan refleksi pada siklus I.

2.    Hasil Angket Respon Siswa
a.    Siklus I
Data mengenai respon siswa pada siklus I diperoleh dengan angket respon siswa. Adapun deskripsi respon siswa pada siklus I terlihat pada Tabel 4.11 berikut:
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Respon Siswa pada Siklus I
NO
Aspek yang Direspon
Frekuensi Respon Siswa
Persentase (%)
Positif (ya)
Negatif (Tidak)
Positif (ya)

Negatif (Tidak)
1.
Apakah anda senang dengan pembelajaran yang baru anda ikuti?
23
9
71,9
28,1
2.
Apakah anda senang dengan teknik pembagian kelompok?
25
7
78,1
21,9
3.
Apakah anda termotivasi mengerjakan pekerjaan rumah?
22
10
68,8
31,2
4.
Apakah anda termotivasi menyelesaikan soal-soal secara individu?
20
12
62,5
37,5
5.
Apakah pelajaran matematika mudah anda mengerti/pahami pada kegiatan diskusi berpasangan?
25
7
78,1
21,9
6.
Apakah rasa percaya diri anda meningkat dalam mengeluarkan ide/pendapat pada kegiatan berbagi (sharing) atau tanya jawab?
20
12
62,5
37,5
7.
Apakah anda senang cara guru membimbing yang kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan?
24
8
75
25
8.
Apakah anda senang dengan pemberian tes atau evaluasi setiap akhir siklus?
21
11
65,6
34,4

Berdasarkan Tabel 4.11 di atas diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi Siswa yang senang dengan pembelajaran yang baru mereka diikuti sebanyak  23 siswa (71,9%) sedangkan yang tidak senang sebanyak 9 siswa (28,1%), Siswa yang senang dengan teknik pembagian kelompok sebanyak 25 (78,1%) sedangkan yang tidak senang  sebanyak 7 siswa (21,9%), Siswa yang termotivasi mengerjakan pekerjaan rumah sebanyak 22 siswa (68,8%)  sedangkan yang tidak sebanyak 10 siswa (31,2%), Siswa yang termotifasi untuk menyelesaikan soal-soal secara individu sebanyak 20 siswa (62,5%) sedangkan yang tidak sebanyak 12 siswa (37,5%), Siswa yang mudah memahami pelajaran matematika pada diskusi berpasangan sebanyak 25 siswa (78,1%) sedangkan yang tidak 7 siswa (21,9%), Siswa yang rasa percaya dirinya meningkat dalam mengeluarkan ide/pendapat pada kegiatan berbagi (sharing) sebanyak 20 siswa (62,5%) sedaangkan yang tidak 12 Siswa (37,5%), Siswa yang senang cara guru membimbing pasangan-pasangan yang kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan sebanyak 24 siswa (75%) sedangkan  yang tidak 8 siswa (25%), Siswa yang senang dengan pemberian tes atau evaluasi setiap akhir siklus sebanyak 21 siswa (65,5%) sedangkan yang tidak suka 11 (34,4%).

3.    Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
a.    Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II ini hampir sama dengan perencanaan pada siklus I, yang antara lain:
       1)      Mengkaji hasil refleksi pelaksanaan siklus I oleh guru dan observer untuk dijadikan sebagai acuan penentuan tindakan pada pelaksanaan siklus II.
        2)     Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada model Aptitude Treatment Interaction (ATI).
        3)     Menyediakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau soal-soal pada buku paket yang mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk dikerjakan siswa pada setiap pertemuan secara kelompok.
        4)     Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas  dan perubahan tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar berlangsung pada pelaksanaan tindakan siklus II dengan indikator:
a.      Siswa yang mengikuti proses pembelajaran.
b.     Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru.
c.      Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti.
d.     Siswa yang menjawab pertanyaan atau permasalahan yang muncul.
e.      Siswa yang mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) a/ soal-soal yang diberikan.
f.      Siswa yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran.
g.     Siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis.
h.     Siswa yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar.
        5)     Mempersiapkan alat evalusi berupa soal tes essay pada siklus II dengan jumlah soal 5 nomor, untuk melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berdasarkan materi yang telah diajarkan:
a.    Pada pertemuan kelima dibahas mengenai Sudut antara garis dan bidang.
b.    Untuk pertemuan keenam dibahas  mengenai Sudut antara dua bidang
c.    Untuk pertemuan ketujuh dibahas soal-soal bangun ruang yang berkaitan dengan kedudukan dan jarak titik, garis maupun bidang dalam ruang.
        6)     Mempersiapkan lembar jawaban tes siklus II yang akan digunakan siswa untuk menjawab soal tes siklus II saat dilaksanaan tes siklus II.
b.   Tahap Pelaksanaan Tindakan
1)        Pada pertemuan I siklus II ini guru menyampaikan pokok materi pembelajaran yang akan dibahas dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2)        Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk membangkitkan minat dan keingintahuan siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan  faktual tentang materi yang akan dipelajari. Sehingga dengan demikian siswa akan mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka. Hal ini dilakukan pada awal pembelajaran di setiap pertemuan.
3)        Guru membagikan LKS a/ memberi soal latihan yang diambil dari buku paket dan diberikankepada setiap siswa. dan meminta siswa menyelesaikannya sendiri meskipun mereka dibagi dalam kelompok-kelompok. Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi pemahaman mereka.
4)        Siswa dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu kelompok tinggi (siswa berkemampuan tinggi/pintar), kelompok sedang (siswa berkemampuan sedang) dan kelompok rendah (siswa berkemampuan rendah/sangat rendah) yang masing-masing dibagi dalam berpasangan dengan teman sebangku sesuai tingkat kemampuannya.
5)        Untuk kelompok tinggi siswa diberikan instruksi untuk belajar sendiri/belajar mandiri mengenai kedudukan titik, garis dan bidang dengan menggunakan buku paket dan buku-buku penunjang lainnya.
6)        Mengingatkan siswa untuk kelompok tinggi mengerjakan soal-soal yang ada di lembar kegiatan siswa (LKS) a/ soal-soal yang telah ditentukan oleh guru yang telah disediakan sebagai tugas individu.
7)        Untuk kelompok sedang dan rendah siswa diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai kedudukan titik, garis dan bidang dan guru membimbing siswa mengenai materi tersebut.
8)        Siswa mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan materi tersebut.
9)        Guru dan siswa bersama-sama membahas contoh soal dalam buku paket dan menjawab soal-soal yang belum dimengerti.
10)    Khusus untuk kelompok rendah penambahan jam belajar selama sepuluh menit mengenai materi yang belum dimengerti.
11)    Siswa mengerjakan soal-soal yang ada pada lembar kegiatan siswa (LKS).
12)    Pada kegiatan akhir menginstruksikan siswa untuk bergabung kembali antara kelompok tinggi, sedang dan rendah.
13)    Guru memberikan penjelasan yang benar tentang materi yang telah dipelajari, dan guru memberikan umpan balik positif terhadap soal yang dianggap sulit dan mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan dari materi Bangun Ruang.
14)    Guru melaksanakan  tes akhir siklus II pada pertemuan keempat untuk memperoleh data skor hasil belajar siswa siklus II.
c.    Tahap Observasi dan Evaluasi
1)   Hasil Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi.
2)      Hasil Evaluasi
Selanjutnya, Pada siklus II ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian setelah penyajian materi selama 3 kali pertemuan.
d.   Tahap Refleksi
Secara umum dapat dikatakan bahwa seluruh kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan dibanding pada siklus I. Hal ini terlihat pada kehadiran siswa meningkat, keseriusan siswa memperhatikan pelajaran, minat, sikap dan motivasi mereka juga meningkat.
Setelah diberi tes untuk menguji kemampuan mereka atas materi yang telah diajarkan, dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh mengalami peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru Kabupaten Barrudengan nilai rata-rata belajar siswa sebesar 84,69. Berdasarkan pada Tabel 4.6, ketuntasan belajar siswa sebesar 87,5%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan sudah tercapai yaitu tuntas individu apabila mencapai skor 65 dan tuntas klasikal mencapai 85% dari jumlah siswa yang tuntas belajar.
Selain itu, berdasarkan dari hasil observasi siswa sesuai pada tahap observasi dan evaluasi di atas, dapat dilihat bahwa rasa percaya diri siswa semakin meningkat, mereka tidak merasa minder lagi ataupun asing dengan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada Siklus II lebih baik dari Siklus I. Keberhasilan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada siklus II dapat dilihat dari peningkatan skor rata-rata hasil belajar siswa dan perubahan siswa yang dinilai lebih baik dari siklus I.
e.    Keputusan
Hasil belajar siswa pada siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan dan sebagian besar siswa telah menerapkan cara-cara belajar sesuai dengan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI).

4.    Hasil Angket Respon Siswa
a.      Siklus II
Data mengenai respon siswa pada siklus II  diperoleh dengan angket respon siswa. Adapun deskripsi respon siswa pada siklus II terlihat pada Tabel 4.12 berikut:



Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Respon Siswa pada Siklus II
NO
Aspek yang Direspon
Frekuensi Respon Siswa
Persentase (%)
Positif (ya)
Negatif (Tidak)
Positif (ya)
Negatif (Tidak)
1.
Apakah anda senang dengan pembelajaran yang baru anda ikuti?
30
2
93,75
6,25
2.
Apakah anda senang dengan teknik pembagian kelompok?
29
3
90,63
9,37
3.
Apakah anda termotivasi mengerjakan pekerjaan rumah?
20
12
62,5
37,5
4.
Apakah anda termotifasi menyelesaikan soal-soal secara individu?
17
15
53,13
46,87
5.
Apakah pelajaran matematika mudah anda mengerti/pahami pada kegiatan diskusi berpasangan?
29
3
90,63
9,37
6.
Apakah rasa percaya diri anda meningkat dalam mengeluarkan ide/pendapat pada kegiatan berbagi(sharing) atau tanya jawab?
20
12
62,5
37,5
7.
Apakah anda senang cara guru membimbing yang kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan?
25
7
78,13
21,87
8.
Apakah anda senang dengan pemberian tes atau evaluasi setiap akhir siklus?
29
3
90,63
9,37

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi Siswa yang senang dengan pembelajaran yang baru mereka ikuti sebanyak 30 siswa (93,8%) sedangkan yang tidak 2 siswa (6,2%), Siswa yang senang dengan teknik pembagian kelompok sebanyak 29 (90,6%) sedangkan yang tidak senang  sebanyak 3 siswa (9,4%), Siswa yang termotivasi mengerjakan pekerjaan rumah sebanyak 22 siswa (68,8%)  sedangkan yang tidak sebanyak 10 siswa (31,2%), Siswa yang termotifasi untuk menyelesaikan soal-soal secara individu sebanyak 20 siswa (62,5%) sedangkan yang tidak sebanyak 12 siswa (37,5%), Siswa yang mudah memahami pelajaran matematika pada diskusi berpasangan sebanyak 29 siswa (90,6%) sedangkan yang tidak 3 siswa (9,4%), Siswa yang rasa percaya dirinya meningkat dalam mengeluarkan ide/pendapat pada kegiatan berbagi (sharing) sebanyak 20 siswa (62,5%) sedaangkan yang tidak 12 Siswa (37,5%), Siswa yang senang cara guru membimbing pasangan-pasangan yang kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan sebanyak 25 siswa (78,1%) sedangkan  yang tidak 7 siswa (21,9%), Siswa yang senang dengan pemberian tes atau evaluasi setiap akhir siklus sebanyak 29 siswa (90,6%) sedangkan yang tidak suka 3 (9,4%).

C.    Analisi Refleksi Siswa
1.   Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran  Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada Siklus I sebesar 65,69 dengan standar deviasi 18,981, Skor yang dicapai siswa tersebar dengan skor tertinggi 95 dan skor terendah 33 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0, dengan rentang skor 62. Sedangkan persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 46,9%.  Pada siklus I hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan maka dilakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan refleksi pada Siklus I.
Hasil belajar siswa setelah dilakukan refleksi pada Siklus II, sebesar 84,687 dengan standar deviasi 14,081. Skor yang dicapai siswa tersebar dengan skor tertinggi 100 sampai skor terendah 50 dari skor tertinggi yang dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0, dengan rentang skor 50. Jika dikonversi dalam kategorisasi skala lima berada dalam kategori tinggi. Sedangkan persentase ketuntasan belajar siswa mencapai 87,5 % dan mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan.
Dari hasil analisis deskriptif maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Kabupaten Barru mengalami peningkatan dan tuntas secara klasikal.

2.      Perubahan Sikap Siswa
Dalam upaya yang dilakukan untuk melihat keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X.1 SMA negeri 1 Kabupaten Barru, guru dalam hal ini penelitian sendiri tidak terlepas perhatian besar terhadap perubahan yang terjadi pada sikap siswa dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Perubahan tersebut merupakan data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi pada tiap pertemuan yang dicatat pada tiap siklus oleh guru mata pelajaran sebagai observer selama proses belajar mengajar berlangsung dikelas. Adapun perubahan-perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.     Meningkatnya frekuensi kehadiran siswa, dari siklus I sebesar 95,83% menjadi 98,96% pada siklus II dengan tiap siklus masing-masing 3 kali pertemuan dengan I kali tes siklus.
b.    Siswa yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru mengalami peningkatan dari 76,04% pada siklus I menjadi 85,42%.
c.     Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti meningkat dari 18,75% pada siklus I menjadi 29,17% pada siklus II. Ini menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar di kelas.
d.    Siswa yang menjawab pertanyaan atau permasalahan yang muncul meningkat dari siklus I sebesar 11,46% ke siklus II sebesar 21,88% siswa. ini menunjukkan bahwa ada keberanian dan semangat siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.
e.     Siswa yang mengerjakan LKS yang berupa soal-soal latihan dari siklus I sebesar 82,29% siswa menjadi 91,67% siswa pada siklus II. Seluruh siswa yang hadir pada setiap pertemuan di siklus II telah dapat menyelesaikan soal-soal latihan.
f.     Tingkat pemahaman siswa akan materi yang diajarkan mengalami peningkatan, hal ini terlihat dari menurunnya siswa yang meminta bimbingan dari guru mengenai materi pelajaran yaitu pada siklus I sebesar 26,04% dan pada siklus II hanya 10,42%.
g.    Keberanian siswa untuk mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis mengalami peningkatan, pada siklus I sebesar 15,62% menjadi 34,38% pada siklus II.
h.    Timbulnya kesadaran pada diri siswa yang ditandai dengan berkurangnya siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut, bermain, dll) pada kegiatan belajar mengajar, dari siklus I sebesar 16,67% siswa menjadi 8,33% siswa pada siklus II.
Dari uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa dengan diterapkannya tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam proses pembelajaran dapat mengubah sikap siswa, meningkatkan motivasi siswa  dan meningkatkan  kesungguhan siswa dalam belajar matematika. Dengan demikian maka penggunaan tindakan dalam penelitaian ini dapat dikatakan efektif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.


BAB V
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat  disimpulkan bahwa :
1.        Penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, dari siklus I diperoleh nilai rata-rata sebesar 65,69 dan siklus II diperoleh nilai rata-rata sebesar 84,69 dari kategori sedang ke kategori tinggi.
2.        Terjadi peningkatan persentase kehadiran, keberanian, percaya diri siswa dalam belajar matematika sesuai hasil lembar observasi yang diamati selama pelaksanaan penelitian.
B.       SARAN
Saran-saran yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah:
1.        Diharapkan kepada guru bidang studi khususnya guru mata pelajaran matematika agar dapat menerapkan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)  dalam meningkatkan hasil belajar siswa sebagai variasi dalam pengajaran matematika.
2.        Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa harus dilibatkan dalam proses pembelajaran sehingga tercipta kemandirian dalam memecahkan masalah, sehingga pembelajaran tersebut merupakan salah satu metode alternatif.
3.        Diharapkan kepada para pengajar bidang studi matematika agar memberikan latihan yang cukup dan berulang, baik berupa soal-soal latihan yang dikerjakan di sekolah maupun dikerjakan di rumah dengan membuat soal secara bertahap mulai dari mudah ke yang sulit agar siswa lebih terlatih dan memiliki kepandaian dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
4.        Diharapkan kepada peneliti lain dalam bidang kependidikan khususnya pendidikan matematika dapat meneliti lebih lanjut tentang cara atau metode yang relaif dan efisien untuk mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari matematika.





















DAFTAR PUSTAKA

Sudaryono, dkk. 2013. Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Arikunto,Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Aunurrahman. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Bandung:  Alfabeta

Nurdin, Syafruddin. 2005. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat: Quantum teaching.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Cet: Keempat. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharti. 2008. Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Murid Kelas V SD Negeri 261 Tarasu Kabupaten Bone Pada Materi Bangun Ruang. Skripsi FKIP. Unismuh Makassar.

Waid, Abdul. 2011. Trategi Kebut Skripsi. Cet: Pertama. Jakarta: MedPress (Anggota IKAPI).


Sudaryono, dkk. 2013. Pengembangan instrumen penelitian pendidikan. Edisi pertama. Cet:cetakan pertama. Yogykarta. Graha Ilmu.