BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
adalah kebutuhan manusia di sepanjang hidupnya. Tanpa pendidikan, manusia akan
sulit berkembang dan menjadi terbelakang. Dengan pendidikan, manusia dapat
diarahkan menjadi lebih baik dan berkualitas. Pendidikan akan terus dilakukan
karena pendidikan tidak mengenal waktu dan merupakan proses yang terus berjalan
sepanjang hidup manusia.
Upaya
peningkatan mutu pendidikan haruslah dilakukan dengan menggerakan seluruh
komponen yang menjadi subsistem dalam suatu mutu pendidikan. Salah satu
subsistem yang paling menentukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah
faktor guru. Guru adalah ujung tombak pendidikan, sebab guru secara langsung
mempengaruhi, membina, dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia
yang cerdas, terampil dan bermoral. Guru harus mempunyai kemampuan dasar yang
diperlukan sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai pengajar, paling tidak guru
harus menguasai bahan yang diajarkannya dan terampil dalam hal mengajarkannya.
Dalam proses pembelajaran
yang diterapkan guru saat ini masih
monoton, dimana guru hanya mentrasfer ilmunya tanpa mempertimbangkan aspek
intelegensi dan aspek kesiapan siswa, akibatnya siswa mengalami depresi mental,
seperti kebosanan, dan mengantuk. Disamping itu fenomena yang sering
diperlihatkan oleh siswa dapat melupakan suatu materi pelajaran meskipun materi
tersebut baru diajarkan. Sehingga untuk materi selanjutnya sulit untuk
dipahami, disamping itu siswa kurang mampu melibatkan diri secara aktif dalam
proses belajar mengajar.
Berdasarkan hasil
observasi awal yang dilakukan penulis pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Barru
pada bulan 4 tahun 2013 di peroleh keterangan dari guru bidang studi matematika
bahwa hasil belajar matematika siswa rata-rata masih di bawah 60 berdasarkan
nilai ujian semester ganjil tahun 2012/2013. Dari data ini dapat dikatakan
bahwa nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas X siswa SMA Negeri I
Barru Kabupaten Barru berada di bawah nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
yang Di tetapkan Di sekolah tersebut, yaitu 65 dari skor ideal 100 sehingga
masih perlu ditingkatkan. Beberapa
kendala utama sehingga hasil belajar matematika belum mencapai taraf yang
diharapkan adalah kurangnya motifasi untuk belajar matematika. Kendala lain
adalah siswa cepat lupa materi yang diajarkan karena kurangnya pemahaman siswa
terhadap konsep yang diajarkan serta seringnya matematika dianggap oleh siswa
sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami konsep-konsepnya.
Dari beberapa
kendala di atas timbul dikarenakan proses belajar yang masih menyamakan
perlakuan-perlakuan dalam pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan perbedaan
kemampuan siswa. Untuk mengakomodasi perbedaan individual siswa dalam
pembelajaran dalam rangka mengoptimalkan prestasi akademik/hasil belajar maka
dikembangkanlah model-model pembelajaran yang menekankan pada pentingnya
penyesuaian pembelajaran dengan perbedaan individual siswa. Salah satu dari
model-model tersebut adalah Aptitude
Treatment Interaction (ATI) yaitu suatu
model pembelajaran yang menekankan pada penyesuaian pembelajaran (treatment) dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa.
Berdasarkan
pemikiran di atas, maka penulis
bermaksud untuk melakukan suatu penelitian dalam bentuk penelitian tindakan
kelas dengan judul “Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada Siswa Kelas X
SMA Negeri 1 BARRU.”
B.
MASALAH PENELITIAN
1.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa
masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika yaitu:
a.
Rendahnya hasil
belajar matematika siswa kelas X
SMA Negeri Barru.
b.
Kurangnya interaksi
sosial antara siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
c.
Sulit menggunakan konsep-konsep
matematika dalam memecahkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Dari
masalah-masalah inilah yang diduga menyebabkan rendahnya hasil belajar
matematika siswa kelas X
SMA Negeri 1 Barru
2.
Cara Pemecahan
Masalah
Untuk memecahkan
masalah yang diungkapkan di atas, tentang
rendahnya hasil belajar matematika
pada siswa kelas X SMA negeri 1 Barru akan dipecahkan melalui penerapan salah satu tipe dalam model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dalam
penelitian tindakan kelas.
3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
identifikasi masalah yang
telah dikemukakan di atas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah hasil belajar matematika siswa
kelas X SMA Negeri 1
Barru dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)?”
C.
TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan
rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah “Untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X
SMA Negeri 1 Barru dengan
penggunaan model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI).”
D.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian
tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
1.
Bagi siswa:
Siswa dapat
memahami materi pelajaran yang diajarkan dan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa.
2.
Bagi
Guru:
Sebagai masukan yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya memilih dan mengembangkan
strategi pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa.
3.
Bagi
sekolah:
Sebagai bahan
pertimbangan dalam pengembangan strategi pembelajaran matematika dalam
meningkatkan kualitas dan hasil belajar matematika di sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
KERANGKA TEORITIK
1.
Pengertian Belajar
Belajar
tidak asing lagi di telinga kita, bahkan belajar dapat ditemukan dalam berbagai
aktivitas manusia sehari-hari. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi
peserta didik dengan lingkunganya. Proses belajar juga memerlukan metode yang
tepat. Penggunaan metode belajar yang tepat sangat penting bagi guru dan siswa,
karena dengan metode belajar yang tepat akan memungkinkan seorang siswa
menguasai ilmu dengan lebih muda dan lebih cepat selesai dengan kapasitas
tenaga dan pikiran yang dikeluarkan. Dengan demikian, siswa akan terhindar dari
beban pikiran yang berat dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Belajar banyak
diartikan dan didefenisikan oleh para ahli dengan rumusan dan kalimat yang
berbeda, namun pada hakikatnya prinsip dan tujuannya sama.
Menurut
morgan (Suprijono, 2009: 3) menyebutkan bahwa “Belajar adalah perubahan
perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”.
Selanjutnya
menurut Gagne (Dimiyati & Mudjiono, 2009: 10) mengatakan bahwa “Belajar
adalah seperangkat proses kognitf yang mengubah sifat stimulasi lingkungan,
melewati pengelolaan informasi, menjadi kapabilitas baru.”
Sedangkan
menurut Slameto (2003: 3) mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkahlaku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkunganya.”
Dari
beberapa pendapat tentang pengertian belajar yang telah dipaparkan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan, keahlian atau
ilmu dan keterampilan yang dilakukan secara terus-menerus dalam kehidupannya
untuk mencapai suatu perubahan tingkah laku.
2.
Hasil Belajar
Matematika
Dalam
tujuan pembelajaran tersirat harapan bahwa setelah pelaksanaan proses belajar
mengajar, terjadi perubahan tingkah laku terhadap siswa yang meliputi tiga
element yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik, yaitu merupakan hasil
belajar bagi siswa. Ranah kognitif yang dikembangkan belum meliputi
pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Hasil belajar matematika adalah
hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah mengikuti proses belajar
matematika dalam kurun waktu tertentu. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam menguasai bahan pelajaran, maka diperlukan suatu alat ukur berupa
tes yang hasilnya merupakan salah satu indikator keberhasilan siswa yang
dicapai dalam usaha belajarnya. Dengan demikian hasil belajar matematika siswa
yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh siswa dalam bidang studi matematika
selama mengikuti proses belajar mengajar.
3.
Pengertian
Model Pembelajaran
Secara
umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga
diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sebenarnya. Seperti
globe adalah model dari bumi tempat kita berpijak. Sedangkan pembelajaran yang
menurut Driscoll (Slavin, 2008 : 179) didefinisikan sebagai perubahan dalam
diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Winataputra ( 1996:140 ) menyatakan ”Model pembelajaran adalah
Kerangka Konseptual yang melukiskan
prosedur sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pengajaran dalam merencanakan
dan
melaksanakan aktivitas
belajar-mengajar”.
Model-model
pembelajaran dikembangkan utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan
dengan berbagai karakteristik siswa. Karena siswa memiliki berbagai
karakteristik kepribadian, kebiasaan-kebiasaan, modalitas belajar yang
bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran juga
harus tidak terpaku hanya pada model tertentu, akan tetapi harus bervariasi. Di
samping didasari pertimbangan keragaman siswa, pengembangan berbagai model
pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi
belajar siswa, agar mereka tidak jenuh dengan proses belajar yang berlangsung.
Joyce (Trianto,
2010: 22) model pembelajaran adalah:
“suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.”
Menurut Aunurahman (2009
: 146) Model pembelajaran adalah:
“Perangkat
rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan
pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di
tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran.”
Berdasarkan berbagai pendapat di
atas, maka dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah suatu perangkat
pembelajaran yang melukiskan pembelajaran di kelas yang sistematis untuk mencapai
tujuan belajar tertentu.
4.
Model Pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI)
A.
Pengertian Model
Pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction (ATI)
Aptitude
Treatment Interaction (ATI) terdiri
atas 3 kata, yaitu aptitude Artinya kecerdasan atau kemampuan,
treatment artinya perlakuan dan interaction artinya interaksi.
Menurut Nurdin (2005:37) menyatakan:
”Model
pembelajaran ATI
(Aptitude–Treatment Interaction) adalah suatu konsep
atau pendekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuan masing–masing”.
Menurut Snow (Nurdin: 2005: 14)
bahwa:
“ATI
merupakan sebuah model yang berisikan sejumlah strategi pembelajaran (treatment)
yang efektif digunakan menangani siswa–siswa yang tertentu sesuai dengan karakteristik kemampuannya. Didasari oleh
asumsi bahwa optimalisasi prestasi akademik/hasil belajar dapat dicapai melalui
penyesuaian antara pembelajaran (treatment) dengan perbedaan kemampuan (aptitude)
siswa.”
Model pendekatan ATI sebagai sebuah pendekatan yang berusaha mencari
dan
menemukan perlakuan–perlakuan (treatments) yang sesuai
dengan perbedaan kemampuan
(aptitude) peserta didik, yaitu perlakuan yang secara optimal efektif diterapkan
oleh siswa yang berbeda tingkat kemampuannya. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh
kondisi pembelajaran
yang dikembangkan oleh guru didalam kelas. Dengan demikian semakin cocok dengan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dengan melihat perbedaan
kemampuan siswa maka semakin optimal hasil belajar yang dicapai.
Menurut Nurdin ( 2005:39 ) menyatakan ”Model Pembelajaran ATI
(Aptitude–Treatment Interaction) bertujuan untuk menciptakan
dan mengembangkan suatu model
pembelajaaran yang betul-betul
peduli dan memperhatikan keterkaitan antara kemampuan (aptitude)
seseorang dengan pengalaman belajar atau secara khas
dengan metode pembelajaran (treatment).”
Sejalan dengan pengertian di atas,
Cronbach (Nurdin, 2005: 37-38) mengemukakan
bahwa:
“ATI didefenisikan
sebagai sebuah model pembelajaran yang berusaha mencari dan menemukan
perlakuan-perlakuan yang cocok dengan perbedaan kemampuan siswa, yaitu
perlakuan yang secara optimal efektif diterapkan untuk siswa yang berbeda
tingkat kemampuannya”.
Kita lihat dari pendapat di
atas, maka yang dimaksud dengan Aptitude Treatment Interaction (ATI)
adalah sebuah model pembelajaran yang menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik
kemampuan siswa, sehingga model pembelajaran tersebut efektif digunakan untuk
individu tertentu sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Keberhasilan model
pendekatan ATI mencapai tujuan
dapat dilihat dari sejauh
mana terdapat
kesesuaian antara perlakuan-perlakuan (treatment)
yang
telah diimplementasikan dalam
pembelajaran dengan kemampuan (aptitude)
siswa.
B.
Langkah-langkah Model
Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
Aptitude Treatment Interaction (ATI) merupakan sebuah model pendekatan dalam pembelajaran
yang berupaya sedemikian rupa untuk menyesuaikan pembelajaran dengan
karakteristik siswa, dalam rangka mengoptimalkan hasil belajar (Nurdin, 2005:
41-42).
Aptitude
Treatment Interaction (ATI) terdiri
dari empat tahapan, sebagai berikut (Nurdin, 2005: 42-43):
1) Treatment awal
Pemberian perlakuan awal terhadap siswa dengan menggunakan aptitude testing perlakuan ini
dimaksudkan untuk menentukan dan menetapkan klasifikasi kelompok siswa
berdasarkan tingkat kemampuan dan sekaligus juga untuk mengetahui potensi
kemampuan masing-masing siswa dalam menghadapi informasi/pengetahuan atau
kemampuan-kemampuan yang baru.
2)
Pengelompokan
siswa
Pengelompokan siswa yang didasarkan pada hasil aptitude testing. Siswa di dalam kelas diklasifikasi menjadi tiga kelompok
yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3)
Memberikan
perlakuan (treatment)
Memberikan perlakuan (treatment) kepada masing–masing kelompok siswa(tinggi, ssedang, dan rendah) dalam bentuk proses
pembelajaran.
a)
Bagi kelompok siswa
yang memiliki kemampuan(aptitude)
tinggi, perlakuan(treatment) yang diberikan adalah belajar mandiri(self learning) dengan menggunakan modul plus yaitu belajar secara mandiri melalui modul dan buku-buku teks yang relevan dimana siswa belajar
di perpustakaan. Untuk Pembelajaran
berlangsung dengan baik
siswa
diawasi oleh guru matematika serta seorang teman peneliti.
Pemilihan belajar melalui modul didasari anggapan bahwa siswa akan belajar lebih baik jika mereka dilakukan dengan
cara sendiri yang terfokus langsung pada
penguasaan tujuan khusus atau seluruh tujuan. Modul bisa berisi berbagai
macam kegiatan belajar dan
dapat menggunakan berbagai media untuk
lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
Melalui
modul siswa dapat mengembangkan dan meningkatkan potensinya sendiri. Menurut Suryosubroto (1983:14) menyatakan
bahwa ”Dengan
menggunakan
sebagai suatu sistem penyampaian
pengajaran memungkinkan anak untuk belajar sendiri tanpa terlalu bergantung pada guru dan
siswa belajar sendiri sesuai dengan kemampuannya”.
b)
Bagi kelompok siswa berkemampuan sedang dan rendah diberikan pembelajaran reguler (reguler teaching) dimana
siswa mengikuti pelajaran seperti
biasa yaitu seperti
kegiatan
pendahuluan yakni
memberikan motivasi, menjelaskan tujuan pembelajaran. Kegiatan inti
yaitu menyajikan pelajaran
dengan menggunakan alat dan sumber belajar
yang relevan, mengadakan tanya jawab, latihan dan memberikan
tugas. Kegiatan penutup dengan menyimpulkan pelajaran serta memberi
tindak
lanjut.
c)
Bagi kelompok siswa yang
memiliki kemampuan rendah
diberikan special treatment, yaitu berupa pembelajaran dalam bentuk re-teaching atau tutorial. Perlakuan (treatment)
diberikan setelah
kelompok ini
bersama-sama kelompok sedang mengikuti
pelajaran secara reguler
(reguler teaching) dengan tambahan jam belajar berupa pembelajaran tutorial
dimana kegiatan
pembelajaran meliputi
mengulang pembelajaran
yang telah diberikan, membahas soal-soal, memberikan semangat dan
motivasi. Pembelajaran pada kelompok ini dilakukan diluar jam belajar
sekolah dalam
bentuk mengajarkan kembali materi yang diberikan pada
pagi
hari (bersama kelompok sedang) sehingga siswa dapat lebih
menguasai materi pelajaran yang diberikan. Hal ini dimaksudkan agar secara psikologis siswa berkemampuan rendah tidak merasa diperlakukan sebagai siswa nomor dua di kelas. Re-teaching dan tutorial dipilih sebagai
perlakuan khusus (special treatment) untuk kelompok ini yang didasarkan
pada pertimbangan bahwa siswa berkemampuan rendah
lambat dan sulit dalam memahami dan menguasai bahan pelajaran.
4) Tes Prestasi (Achievement test)
Setelah pembelajaran berakhir dengan menggunakan berbagai
perlakuan (treatment)
yang diidentifikasi sebelumnya kemudian dilakukan postes kepada ketiga
kelompok siswa (tinggi, sedang, dan
rendah). Skor/nilai postes yang dicapai siswa pada akhir pembelajaran akan dijadikan bahan
analisis untuk
mendapatkan tingkat keberhasilan (efektifitas) pengembangan
model pembelajaran ATI.
C.
Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Model Pembelajaran ATI
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menggunakan model
pembelajaran ATI memiliki ciri
khusus yaitu siswa dibagi
sesuai
dengan karakteristik kemampuannya (aptitude), lalu diberi pembelajaran
atau perlakuan-perlakuan
(treatments) yang berbeda-beda.
Siswa yang berkemampuan tinggi, pembelajarannya diarahkan
kepada belajar secara mandiri (self learning) dengan menggunakan
modul plus buku-buku teks serta sumber bacaan lainnya yang relevan. Sedangkan untuk siswa yang berkemampuan sedang dan
rendah untuk kesempatan
pertama digabungkan
dan
diberikan pembelajaran secara re-teaching. Kemudian siswa yang
berkemampuan
rendah diberi perlakuan khusus
berupa
pengulangan pelajaran kepada siswa yang diliputi suasana tanya jawab. Pembelajaran self-learning yang dikembangkan
pada siswa yang berkemampuan tinggi
(anak-anak pintar) tidak banyak menuntut kinerja dan kemampuan khusus dari
guru. Karena didalam modul fase atau tahap-tahap
kegiatan yang akan dilalui
serta bentuk-bentuk kegiatan belajar yang akan
dilakukan siswa sudah tersedia sedemikian
rupa. Dengan demikian berarti pembelajaran sudah bisa berjalan dengan sendiri baik ada guru maupun tidak.
Selain dari
kemampuan
untuk mempersiapkan modul yang perlu juga
dipersiapkan dari guru disini adalah kemampuan dalam memberikan pengarahan,
bimbingan
dan dorongan
agar siswa kelompok ini lebih giat lagi dalam
meningkatkan belajarnya.
Pembelajaran reguler teaching yang dikembangkan
untuk siswa yang berkemampuan sedang mirip dengan pembelajaran yang diimplementasikan oleh
guru-guru pada saat ini. Secara garis besar ada tiga
tahap kegiatan yang dilakukan
guru
dalam melaksanakan pembelajaran yaitu:
a.
Pendahuluan; melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mengemukakan
kegiatan-kegiatan menarik dibagian pendahuluan
pembelajaran.
b.
Kegiatan Inti; menyajikan bahan
pelajaran menggunakan metode, alat atau
media pembelajaran, sumber-sumber belajar, memberi
variasi
dalam kecepatan mengajar, mengatur intonasi suara, memberi penguatan dan memperoleh umpan balik pada tahap kegiatan inti.
c.
Penutup; memberi penjelasan ulang tentang pelajaran yang diberikan dan
menyampaikan kesimpulan pelajaran.
Pembelajaran dalam bentuk re-teaching dan tutorial yang dikembangkan untuk siswa yang berkemampuan rendah dalam implementasinya menghendaki adanya keterampilan dan
kemampuan menjelaskan ulang pelajaran yang sudah diberikan
dengan menggunakan
bantuan alat atau
media pembelajaran seoptimal
mungkin. Disamping itu yang perlu dalam pembelajaran ini adalah kesediaan, kesabaran, ketabahan, ketulusan guru dalam memberikan penghargaan, bimbingan serta motivasi kepada siswa dalam proses
belajar.
B. MATERI AJAR
MATERI
POKOK : BANGUN
RUANG (GEOMETRI)
a.
Kedudukan Titik, Garis, Dan Bidang
2.
Kedudukan titik
terhadap garis
Jika diketahui
sebuah titik T dan sebuah garis g, maka :
a.
Titik T teletak pada
garis g, tau garis g melalui titik T
b.
Titik T berada diluar
garis g, atau garis g tidak melalui titik T
2.
Kedudukan titik
terhadap bidang
Jika diketahui sebuah
titik T dan sebuah bidang H, maka :
a.
Titik T terletak pada bidang H, atau bidang H melalui titik T
b.
Titik T berada diluar
bidang H, atau bidang H tidak melalui titik T
3.
Kedudukan garis
terhadap garis
Jika
diketahui sebuah garis g dan sebuah garis h, maka :
a.
Garis g dan h terletak
pada sebuah bidang, sehingga dapat terjadi :
·
garis g dan h
berhimpit, g = h
·
garis g dan h
berpotongan pada sebuah titik
·
garis g dan h sejajar
b.
Garis g dan h tidak
terletak pada sebuah bidang, atau garis g dan h bersilangan, yaitu kedua garis
tidak sejajar dan tidak berpotongan.
4.
Kedudukan garis
terhadap bidang
Jika
diketahui sebuah garis g dan sebuah bidang H, maka :
a.
Garis g terletak pada
bidang H, atau bidang H melalui garis g.
b.
Garis g memotong
bidang H, atau garis g menembus bidang H
c.
Garis g sejajar dengan
bidang H
5.
Kedudukan bidang
terhadap bidang
Jika diketahui bidang
V dan bidang H, maka :
a. Bidang V dan bidang H berhimpit
b.
Bidang V dan bidang H
sejajar
c.
Bidang V dan bidang H berpotongan.
Perpotongan kedua bidang berupa garis lurus yang disebut garis potong atau
garis persdekutuan.
b. Jarak Titik, Garis, Dan Bidang
1.
Menghitung jarak
antara titik dan garis
Jarak
antara titik dan garis merupakan panjang ruas garis yang ditarik dari suatu
titik sampai memotong garis tersebut secara tegak lurus.
Jarak antara titik A dengan garis g Adalah AB, karena AB
tegak lurus Dengan garis g
2.
Menghitung jarak
antara titik dan bidang
Jarak antara titik dan
bidang adalah panjang ruas garis yang ditarik dari suatu titik diluar bidang sampai memotong tegak lurus
bidang.
Jarak
titik A ke bidang H Adalah AB, karena garis AB Tegak lurus dengan bidang H
3.
Menghitung jarak
antara 2 garis
a.
Dua garis yang
berpotongan tidak mempunyai jarak
b.
Jarak antara dua garis
yang sejajar adalah panjang ruas garis yang ditarik dari suatu titik pada salah
satu garis sejajar dan tegak lurus garis sejajar yang lain.
Jarak antara garis g
dan h Adalah AB, karena AB
g dan h
c.
Jarak dua garis
bersilangan adalah panjang ruas garis hubung yang letaknya tegak lurus pada
kedua garis bersilangan itu.
Jarak antara garis g
dan adalah AB karena AB tegak lurus g dan h
4.
Menghitung jarak
antara garis dan bidang
Jarak antara garis dan
bidang yang sejajar adalah jarak antara salah satu
|
|
Jarak antara garis g dan Bidang
|
|
5.
Jarak antara dua
bidang
Jarak antara
dua bidang yang sejajar sama dengan jarak antara sebuah titik pada salah satu
bidang ke bidang yang lain.
Jarak antara bidang G dan H
Adalah AB.
C. KERANGKA
BERFIKIR
Proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh adanya interaksi edukatif
pada komponen pelajaran yang meliputi guru, siswa, materi pembelajaran serta
model pembelajaran. Dengan ini guru harus pandai melakukan pendekatan
pembelajaran karena tidak semua mata pelajaran dapat memakai model pembelajaran
yang sama. Guru sebagai pelaksana dalam pengajaran matematika harus mencari
suatu alternatif mengajar agar mudah dipahami oleh siswa, sehingga siswa dapat
belajar dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Kurangnya pemahaman siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya
mengakibatkan hasil belajar matematika relatif tidak meningkat. Di samping
siswa dalam kegiatan belajar matematika mudah melupakan suatu materi pelajaran
meskipun materi tersebut baru diajarkan. Oleh sebab itu perlu diterapkan model
pembelajaran matematika, sehingga siswa dapat belajar secara aktif dalam
meningkatkan hasil belajar matematika. Model pembelajaran yang dimaksud ialah Aptitude Treatment Interactin (ATI) yang
bertitik tolak dari hal-hal real bagi siswa dengan menekankan kemandirian dalam
belajar.
Alur kerangka berfikir tentang penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)
untuk meningkatkan hasil belajar matematika digambarkan sebagai berikut :
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||
|
D.
HIPOTESIS
TINDAKAN
Berdasarkan kajian
teori di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penilitian
ini bahwa: “Jika model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) diterapkan dalam pembelajaran matematika maka hasil
belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru dapat meningkat.”
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
jenis penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research).
Secara garis besar pelaksanaan tindakan ini dilakukan minimal dua siklus yang
setiap siklus meliputi empat tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi, dan refleksi.
B.
LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
Penelitian ini
dilaksanakan di SMA Negeri 1
BARRU. Subjek
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X3 Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014.
C.
FAKTOR YANG DISELIDIKI
Faktor-faktor yang diselidiki adalah sebagai berikut:
1.
Faktor input menyangkut observasi awal tentang hasil belajar, keaktifan
belajar, cara/metode mengajar guru serta faktor penyebab rendahnya hasil
belajar sebelum PTK dilaksanakan.
2.
Faktor proses, yaitu
untuk melihat keterlaksanaan proses belajar mengajar yang antara lain interaksi
antara siswa dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
3.
Faktor hasil, yaitu
untuk melihat hasil belajar siswa yang
diperoleh dari tes akhir pada setiap siklus setelah diterapkan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI).
D.
PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 (dua) siklus.
Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai, dimana
antara siklus I dan siklus II merupakan rangkaian kegiatan yang saling
berkaitan. Dalam arti bahwa pelaksanaan siklus II merupakan kelanjutan dan
perbaikan dari siklus I. Secara rinci pelaksanaan penelitian tindakan untuk dua
siklus adalah sebagai berikut:
Secara
rinci prosedur penelitian tindakan kelas dijelaskan sebagai berikut:
Gambaran umum Siklus I
1.
Tahap Perencanaan
Tindakan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap
perencanaan tindakan ini adalah sebagai berikut:
a.
Melaksanakan observasi
awal pada kelas tempat penelitian.
b.
Menelaah kurikulum SMA NEGERI 1 BARRU semester genap
pada mata pelajaran matematika.
c.
Membuat perangkat
pembelajaran pada saat setiap pertemuan yang terdiri dari rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS) bila diperlukan.
d.
Menyiapkan alat dan
perlengkapan belajar yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
e.
Membuat lembar
observasi untuk mengamati proses pembelajaran.
f.
Menyiapkan alat bantu
pembelajaran yang dibutuhkan.
g.
Membuat evaluasi.
2.
Tahap Pelaksanaan
tindakan
Adapun pelaksanaan tindakan yang akan dilaksanakan selama
penelitian yang terdiri dari dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II sebagai
berikut.
a.
Guru membuka
pelajaran, memotifasi siswa dan
menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
b.
Mengecek
kahadiran siswa.
c.
Menyampaikan
materi pokok yang akan dibahas, dan menjelaskan sambil memberikan motivasi belajar.
d.
Guru melakukan
pengukuran kemampuan masing-masing siswa melalui tes kemampuan.
e.
Guru Membagi siswa ke
dalam bentuk kelompok.
f.
Guru memberikan
perlakuan pada masing-masing kelompok dalam pembelajaran.
g.
Guru memberikan
pembelajaran regular atau pembelajaran konvensional sebagaimana mestinya bagi
kelompok siswa yang berkemampuan sedang dan rendah.
h.
Memberikan tugas-tugas
kepada siswa setiap akhir pembelajaran di kelas.
3. Tahap Observasi dan evaluasi
Pada
tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I
dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat kemudian melaksanakan
evaluasi dengan mengadakan tes akhir siklus I.
4.
Tahap Refleksi
Refleksi
dilakukan pada setiap akhir siklus. Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan, demikian
pula hasil tes belajar siswa. Hasil analisis siklus pertama inilah yang
dijadikan sebagai acuan penulis untuk merencanakan siklus berikutnya, sehingga
hasil yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan yang diharapkan dan
hendaknya lebih baik dari siklus sebelumnya.
Untuk
siklus berikutnya, dilakukan jika dalam pelaksanaan kegiatan pada siklus
pertama dianggap belum mencapai hasil yang maksimal dan teknik yang digunakan
sama dengan siklus sebelumnya.
Gambaran umum Siklus II
Semua kegiatan yang dilakukan pada siklus I akan diulangi
pada siklus II dengan sejumlah perubahan sesuai dengan analisis refleksi, saran
dari guru lain, dan saran dari dosen pembimbing.
E.
INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, Instrumen
yang digunakan adalah:
1.
Tes, yaitu tes yang
diberikan kepada siswa setelah diadakan tindakan setiap akhir siklus.
2.
Lembar Observasi,
yaitu berupa catatan tentang aktivitas siswa dan guru dalam mengikuti pelajaran
yang bertujuan sebagai pedoman untuk menentukan tindakan berikutnya.
F.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Adapun teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1.
Data mengenai hasil
belajar siswa dikumpulkan dengan menggunakan tes pada setiap akhir siklus.
2.
Data mengenai kondisi
kegiatan belajar mengajar dan perubahan sikap siswa dikumpulkan melalui
pengamatan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
G.
TEKNIK ANALISIS DATA
Data
yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis yang meliputi, skor
rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum, nilai minimum dan persentase.
Data hasil belajar yang
diperoleh dikategorikan berdasarkan tehnik kategorisasi standar yang ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yaitu: Analisis ini dihitung dengan
menggunakan statistik sederhana yaitu:
1.
Untuk menilai ulangan atau Tes Formatif
Peneliti melakukan penjumlahan
nilai yang diperoleh siswa selanjutnya
dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Nilai rata-rata = x 100%
Dimana
: = jumlah semua nilai
siswa
= jumlah siswa
2.
Untuk Ketuntasan Belajar
Ada dua kategori ketuntasan
belajar yaitu secara perorangan dan secara
klasikal yang disebut taraf serap.Seorang siswa telah tuntas belajar
bila telah mencapai skor sesuai dengan
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 65 dan taraf serap dihitung dengan
rumus persentase tarap serap sebagai berikut:
Dengan
kriteria :
≥ 80 = Sangat tinggi
60%
– 79% = Tinggi
40%
– 59% = Sedang
20%
– 39% = Rendah
< 20 = Sangat rendah (Diadopsi dari Sa’adah, 2000)
3.
Untuk Lembar Observasi
Pelaksanaan observasi dilakukan
pada saat pembelajaran berlangsung. Lembar observasi berfungsi untuk menilai
aktivitas belajar siswa. Menghitung lenbar observasi aktivitas siswa digunakan
rumus sebagai berikut:
Persentase Aktivitas Siswa =
Dimana: J = Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
N = Jumlah seluruh siswa.
Dengan kriteria :
≥ 80% = Sangat tinggi
60% – 79% = Tinggi
40% – 59% = Sedang
20% – 39% = Rendah
< 20 = Sangat rendah (Diadopsi dari Sa’adah, 2000)
Tabel 3.1 kategori ketuntasan hasil belajar sebagai berikut
NO.
|
Nilai Siswa
|
Kategori Ketuntasan
|
1.
2.
|
≥65
< 64
|
Tuntas
Tidak tuntas
|
Sedangkan untuk
mengetahui standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) diperoleh dari guru bidang
studi, yaitu:
Menurut Arikunto(2005) Hasil belajar yang di peroleh siswa
dapat di kategorikan seperti pada table sebagai berikut
NO.
|
Interval
Nilai Siswa
|
Kualifikasi
|
1.
|
80-100
|
Sangat Baik
|
2.
|
70-79
|
Baik
|
3.
|
65-69
|
Cukup
|
4.
|
60-64
|
Kurang
|
|
55-60
|
Gagal
|
Kemudian
untuk analisis kualitatif digunakan lembar observasi untuk mengetahui perubahan
sikap siswa, keaktifan siswa, kerajianan siswa dan keterampilan siswa.
H.
INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator
keberhasilan penelitian Tindakan Kelas
ini adalah terjadinya peningkatan skor hasil belajar siswa yang ditinjau
dari hasil tes setiap akhir siklus dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM)
adalah 65 dan ketuntasan klasifikasi minimal 85%, Sementara itu indikator
proses pada penelitian tindakan kelas ini terjadi peningkatan keaktifan siswa
selama proses belajar mengajar dari siklus I
ke siklus II. Keaktifsan tersebut merupakan komponen yang diamati pada
saat proses belajar mengajara berlangsung melalui lembar observasi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini
membahas tentang hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan hasil belajar
matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru Kabupaten Barru setelah
diterapkan model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI). Data hasil penelitian adalah data yang diperoleh dari tes hasil belajar
siswa setelah pelaksanaan tindakan siklus I, siklus II dan
hasil observasi selama pelaksanaan tindakan serta hasil angket respon siswa
setiap akhir siklus.
A.
Hasil Penelitian
1.
Hasil Belajar Siswa
a)
Deskripsi Hasil Tes Belajar Siklus I
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana
tercantum pada lampiran 4, maka rangkuman statistik tes hasil belajar matematika siswa dengan
diterapkannya model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) pada siklus I adalah sebagai berikut:
Tabel
4.1.Statistik Skor Hasil Belajar Matematika Siswa pada Siklus I
Statistik
|
Nilai
statistic
|
Subjek
|
32
|
Skor Ideal
|
100
|
Skor Rata-rata
|
65,68
|
Skor Tertinggi
|
95
|
Skor Terendah
|
33
|
Rentang Skor
|
62
|
Standar Deviasi
|
18,98121
|
Variansi
|
360,286
|
Tabel 4.1 Menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil
belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Kabupaten Barru setelah pemberian tindakan
pada siklus I sebesar 65,68 dengan standar deviasi 18,98121. Skor yang dicapai siswa terbesar dengan skor tertinggi 95 dan skor terendah 33 dari skor tertinggi
yang mungkin dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0, dengan
rentang skor 62. Jika skor tes hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam lima
kategori, maka diperoleh distribusi frekwensi dan persentase sebagai berikut:
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase
Skor Hasil Tes Pada Siklus I
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
0 – 54
55 - 64
65 - 79
80 - 89
90 - 100
|
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
|
11
6
6
3
6
|
34,3
18,8
18,8
9,3
18,8
|
Jumlah
|
32
|
00
|
Dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat 34,3%
siswa yang berada pada kategori sangat rendah, 18,8% siswa berada pada kategori rendah, 18,8%
siswa berada pada kategori sedang, 9,3% siswa berada pada kategori tinggi dan
18,8% siswa yang berada pada kategori sangat tinggi.
Berdasarkan
Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, maka diperoleh skor rata-rata hasil belajar siswa pada
siklus I yaitu 65,68. Jika skor rata-rata siswa tersebut dikonversi dengan Tabel 4.2,
maka skor rata-rata hasil belajar pada siklus I masuk dalam kategori sedang. Kemudian
kita lihat persentase ketuntasan belajar matematika siswa setelah tindakan
pembelajaran pada siklus I dapat di lihat pada tabel 4.3 berikut ini.
Tabel
4.3 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Pada Siklus I
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
0 – 64
65 – 100
|
Tidak tuntas
Tuntas
|
17
15
|
53,1
46,9
|
Jumlah
|
32
|
100
|
Berdasarkan tabel 4.3 tampak bahwa
dari 32
siswa kelas X.1 terdapat 17 siswa (53,1%) yang belum tuntas belajar dan 15 siswa (46,9%) yang telah
tuntas belajar. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil belajar matematika pada siklus I ketuntasan secara klasikal belum tercapai dari jumlah siswa
yang telah tuntas belajarnya sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II.
b)
Deskripsi Hasil Tes Belajar Siklus II
Berdasarkan
hasil analisis sebagaimana tercantum pada lampiran C,
maka rangkuman statistik
skor tes hasil belajar matematika siswa pada Siklus
II dengan diterapkannya model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Statistik Skor Hasil
Belajar Siswa pada Siklus II
Statistik
|
Nilai
Statistik
|
Subjek
|
32
|
Skor Ideal
|
100
|
Skor Rata-rata
|
84,69
|
Skor Tertinggi
|
100
|
Skor Terendah
|
50
|
Rentang Skor
|
50
|
Standar Deviasi
|
14,081
|
Variansi
|
198,286
|
Tabel 4.4 Menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil
belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Kabupaten Barru melalui pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) pada siklus II sebesar 84,69 dengan standar
deviasi 14,081. Skor yang dicapai siswa terbesar dengan skor tertinggi 100 dan skor terendah 50
dari skor tertinggi yang mungkin dicapai 100 dan skor terendah yang mungkin
dicapai 0, dengan rentang skor 50. Jika skor tes hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam lima
kategori, maka diperoleh distribusi frekwensi dan persentase sebagai berikut:
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi dan
Persentase Skor Hasil Tes Siklus II
[
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
0 – 54
55 - 64
65 - 79
80 - 89
90 - 100
|
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
|
2
2
2
10
16
|
6,2
6,2
6,2
31,4
50,0
|
Jumlah
|
32
|
100
|
Tabel 4.5 menunjukkan
bahwa 6,2%
siswa yang berada pada kategori sangat rendah, 6,2% siswa berada pada kategori rendah, 6,2%
siswa berada pada kategori sedang, 31,4%
siswa berada pada kategori tinggi, dan 50,0% siswa yang berada pada kategori sangat tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, maka diperoleh skor
rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II yaitu
84,69. Jika skor rata-rata siswa tersebut dikonversi dengan Tabel 4.5, maka skor rata-rata
hasil belajar pada siklus II masuk dalam kategori tinggi. Kemudian kita lihat persentase ketuntasan belajar matematika siswa
setelah tindakan pembelajaran pada siklus II dapat di lihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Deskripsi Ketuntasan Belajar
Matematika Siswa Pada Siklus II
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
0 – 64
65 -100
|
Tidak tuntas
Tuntas
|
4
28
|
12,5
87,5
|
Jumlah
|
32
|
100
|
Berdasarkan tabel 4.6 tampak bahwa dari 32 orang siswa kelas X.1 terdapat 4 orang siswa (12,5%) yang belum tuntas belajar dan 28 orang siswa (87,5%) yang telah
tuntas belajar.
Ini berarti ketuntasan belajar pada siklus II tercapai secara klasikal karena jumlah
siswa yang tuntas melebihi
.
c)
Perbandingan Analisis Deskripsi
Pada Siklus I dan Siklus II
Dengan
memperhatikan tabel berikut, maka akan diperlihatkan perubahan peningkatan skor
hasil tes belajar matematika siswa setelah pelaksanaan tindakan melalui pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada siklus I dan siklus II.
Tabel 4.7 Distribusi Frekwensi dan Persentase Skor
Hasil Belajar
Matematika
Siswa Pada Siklus I dan Siklus II
Skor
|
Kategorisasi
|
Frekuensi
|
Persentase %
|
||
Siklus I
|
Siklus II
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
0 – 54
54 – 64
65 – 79
80 – 89
90 – 100
|
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
|
11
6
6
3
6
|
2
2
2
10
16
|
34,3
18,8
18,8
9,3
18,8
|
6,2
6,2
6,2
31,4
50,0
|
Jumlah
|
27
|
27
|
100%
|
100 %
|
Berdasarkan tabel 4.7 terlihat adanya peningkatan hasil belajar siswa
kelas X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, adanya
penurunan jumlah siswa yang berada pada kategori sangat rendah pada
siklus II jika dibandingkan dengan siklus I. Adapun hasil belajar siswa untuk
kategori tinggi dan sangat tinggi
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
Dari perbandingan analisis deskriptif siklus I
dengan siklus II menunjukkan bahwa skor rata-rata tes hasil belajar matematika
siswa mengalami peningkatan yaitu 65,68 pada siklus I menjadi 84,68 pada
siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar
matematika pada siswa kelas X
SMA Negeri 1 Kabupaten Barru setelah pelaksanaan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI). Selanjutnya pada tabel 4.8 berikut akan ditunjukkan ketuntasan belajar
siswa setelah pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II.
Tabel 4.8 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa pada
Siklus I dan Siklus II
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase (%)
|
||
Siklus I
|
Siklus II
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
0 – 64
|
Tidak tuntas
|
17
|
4
|
53,1
|
12,5
|
65
– 100
|
Tuntas
|
15
|
28
|
46,9
|
87,5
|
Jumlah
|
27
|
27
|
100
|
100
|
Berdasarkan
tabel 4.8 tampak bahwa jumlah siswa yang tidak tuntas belajarnya berkurang dari
siklus I ke siklus II yakni pada siklus I yang tidak tuntas berjumlah 17 siswa (53,1%) dan pada siklus II hanya
terdapat 4 siswa (12,5%). Begitupun siswa yang tuntas belajarnya mengalami peningkatan dari siklus
I ke siklus II, yakni pada siklus I terdapat 15 siswa (46,9%) yang tuntas belajarnya dan meningkat pada siklus II dengan 28 siswa (87,5%) yang tuntas belajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang dicapai telah memenuhi indikator
keberhasilan.
2.
Hasil Observasi untuk Melihat Perubahan Sikap Siswa dalam Proses Belajar
Mengajar.
a)
Siklus I
Data aktivitas siswa pada siklus I
diperoleh melalui hasil observasi selama proses pembelajaran di setiap
pertemuan berdasarkan indikator dalam
lembar observasi. Adapun deskripsi aktivitas siswa pada
siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.9
berikut:
Tabel 4.9 Aktivitas Siswa pada
Sikklus I
No
|
Komponen
yang diamati
|
Pertemuan
|
Persentase
(%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
1.
|
Siswa
yang mengikuti proses pembelajaran
|
31
|
32
|
29
|
T
E
S
S
I
K
L
U
S
I
|
95,83
|
2.
|
Siswa
yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru
|
22
|
24
|
27
|
76,04
|
|
3.
|
Siswa
yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti
|
3
|
5
|
10
|
18,75
|
|
4.
|
Siswa
yang menjawab pertanyaan atau permasalahan yang muncul
|
2
|
4
|
5
|
11,46
|
|
5.
|
Siswa
yang mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) yang
berupa soal-soal latihan.
|
25
|
26
|
28
|
82,29
|
|
6.
|
Siswa
yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran.
|
12
|
8
|
5
|
26,04
|
|
7.
|
Siswa
yang mengajukan diri mengerjakan soal dipapan tulis.
|
3
|
5
|
7
|
15,62
|
|
8.
|
Siswa
yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar
|
8
|
5
|
3
|
16,67
|
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas diperoleh
bahwa dari 32 siswa kelas X.1
SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi kehadiran siswa tergolong tinggi yaitu 95,83%,
siswa yang memperhatikan materi yang
dijelaskan oleh guru yaitu 76,04%, Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti
rata-rata mencapai 18,75%, siswa yang menjawab setiap pertanyaan/permasalahan yang muncul rata-rata
mencapai 11,46%, siswa yang menyelesaikan LKS rata-rata mencapai 82,29%, siswa yang masih
memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran rata-rata mencapai 26,04%,
siswa yang mengajukan diri mengerjakan
soal dipapan tulis rata-rata mencapai 15,62%, siswa yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar
mengajar rata-rata mencapai 16,67%.
b)
Siklus
II
Data aktivitas siswa pada siklus II
diperoleh melalui hasil observasi selama proses pembelajaran di setiap
pertemuan. Adapun deskripsi aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada
Tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10. Aktivitas Siswa
pada Siklus II
No
|
Komponen
yang diamati
|
Pertemuan
|
Persentase
(%)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|||
1.
|
Siswa
yang mengikuti proses pembelajaran
|
31
|
32
|
32
|
T
E
S
S
I
K
L
U
S
II
|
98,96
|
2.
|
Siswa
yang memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru
|
24
|
28
|
30
|
85,42
|
|
3.
|
Siswa
yang mengajukan pertanyaan tentang materi yang belum dimengerti
|
4
|
7
|
13
|
29,17
|
|
4.
|
Siswa
yang menjawab pertanyaan atau permasalahan yang muncul.
|
5
|
7
|
9
|
21,88
|
|
5.
|
Siswa
yang mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) berupa
soal-soal latihan.
|
28
|
29
|
31
|
91,67
|
|
6.
|
Siswa
yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi pelajaran.
|
5
|
3
|
2
|
10,42
|
|
7.
|
Siswa
yang mengajukan diri mengerjakan soal dipapan tulis.
|
8
|
10
|
15
|
34,38
|
|
8.
|
Siswa
yang melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar.
|
3
|
3
|
2
|
8,33
|
Berdasarkan Tabel 4.10. di atas
diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas X.1
SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi kehadiran siswa tergolong tinggi yaitu 98,96%,
siswa yang memperhatikan materi yang
dijelaskan oleh guru yaitu 85,42%, Siswa yang mengajukan pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti rata-rata mencapai 29,17%, siswa yang
menjawab setiap pertanyaan/permasalahan yang muncul rata-rata mencapai 21,88%, siswa yang
menyelesaikan LKS rata-rata mencapai 91,67%, siswa yang masih memerlukan bimbingan mengenai materi
pelajaran rata-rata
mencapai 10,42%, siswa yang mengajukan diri mengerjakan soal
dipapan tulis rata-rata mencapai 34,38%, siswa yang
melakukan kegiatan di luar dari proses belajar mengajar rata-rata mencapai 8,33%.
B.
Pembahasan
1.
Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
Pembahasan mengenai pelaksanaan siklus
I yang sesuai dengan tahapan Penelitian Tindakan Kelas yaitu sebagai berikut :
a.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan langkah
awal yang dilakukan guru sebelum melaksanakan tindakan dalam pembelajaran
matematika di kelas. Pada tahap ini ada beberapa kegiatan yang telah
dilaksanakan sebagai berikut:
1)
Menyediakan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada model Aptitude
Treatment Interaction (ATI).
2)
Menyediakan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) atau soal-soal latihan yang mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk
dikerjakan siswa pada setiap pertemuan baik secara individu maupun secara kelompok.
3)
Mempersiapkan lembar observasi
untuk mencatat aktivitas dan perubahan
tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar berlangsung pada pelaksanaan
tindakan siklus I dengan indikator:
a.
Siswa yang mengikuti proses
pembelajaran.
b.
Siswa yang memperhatikan materi
yang dijelaskan oleh guru.
c.
Siswa yang mengajukan
pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti.
d.
Siswa yang menjawab pertanyaan
atau permasalahan yang muncul.
e.
Siswa yang mengerjakan lembar
kegiatan siswa (LKS) yang berupa
soal-soal latihan.
f.
Siswa yang masih memerlukan
bimbingan mengenai materi pelajaran.
g.
Siswa yang mengajukan diri
mengerjakan soal di papan tulis.
h.
Siswa yang melakukan kegiatan
di luar dari proses belajar mengajar.
4)
Mempersiapkan alat evalusi
berupa soal tes essay pada siklus I dengan jumlah soal 4 nomor, untuk melihat
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berdasarkan materi yang telah
diajarkan:
a.
Pada pertemuan pertama dibahas
mengenai kedudukan titik dan garis
dalam ruang, dan kedudukan titik dan bidang dalam ruang
b.
Untuk pertemuan kedua
dibahas mengenai jarak dari titik ke titik dalam ruang, dan jarak
titik ke bidang dalam ruang
c.
Untuk pertemuan ketiga pada
siklus I materi yang akan dibahas adalah membahas lanjutan materi ada pertemuan ke dua dengan memberikan latihan
berupa contoh yang bertujuan melatih kemampuan individu siswa
5)
Mempersiapkan kunci jawaban tes siklus I yang akan digunakan siswa
untuk menjawab soal tes siklus I saat dilaksanaan tes siklus I.
b.
Tahap Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Adapun pelaksanaan tindakan pada
Siklus I ini berlangsung selama 4 kali pertemuan dengan lama waktu setiap pertemuan adalah 2 jam
pelajaran. Pertemuan I sampai pertemuan III diisi dengan kegiatan belajar
dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) dan pertemuan IV diisi dengan pemberian tes
siklus I, dengan pokok bahasan kedudukan
titik, garis, dan bidang dalam ruang serta jarak antara titik ke titik, titik
ke garis, dan titik ke bidang. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1)
Guru menyampaikan pokok materi
pembelajaran yang akan dibahas dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai.
2)
Guru memberikan motivasi kepada
siswa untuk membangkitkan minat dan keingintahuan siswa dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan faktual tentang materi yang akan dipelajari. Sehingga
dengan demikian siswa akan mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka. Hal ini
dilakukan pada awal pembelajaran di setiap pertemuan.
3)
Guru membagikan LKS berupa soal-soal latihan yang berkaitan dengan
materi yang diberikan kepada setiap siswa. dan meminta
siswa menyelesaikannya sendiri meskipun mereka dibagi dalam kelompok-kelompok.
Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi pemahaman
mereka.
4)Siswa dibagi
ke dalam kelompok yaitu kelompok tinggi (siswa berkemampuan tinggi/pintar),
kelompok sedang (siswa berkemampuan sedang) dan kelompok rendah (siswa
berkemampuan rendah/sangat rendah)
masing dibagi berpasangan yang jumlahnya 2 org.
5)
Untuk kelompok tinggi siswa
diberikan instruksi untuk belajar sendiri/belajar mandiri mengenai kedudukan dan jarak titik, garis dan bidang pada bangun
ruang dengan menggunakan buku paket dan buku-buku
penunjang lainnya.
6)
Untuk kelompok sedang dan
rendah siswa diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai kedudukan dan jarak titik, garis dan bidang pada
bangun ruang dan guru membimbing siswa mengenai materi
tersebut.
7)
Siswa mengkomunikasikan secara
lisan atau mempresentasikan materi tersebut.
8)
Guru dan siswa bersama-sama
membahas contoh soal dalam buku paket dan menjawab soal-soal yang belum
dimengerti.
9)
Khusus untuk kelompok rendah penambahan
jam belajar selama sepuluh menit mengenai materi yang belum dimengerti.
10)
Pada kegiatan akhir
menginstruksikan siswa untuk bergabung kembali antara kelompok tinggi, sedang
dan rendah.
11)
Guru memberikan penjelasan yang
benar tentang materi yang telah dipelajari, dan guru memberikan umpan balik
positif terhadap soal yang dianggap sulit dan mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan dari materi.
12)
Pada kegiatan akhir
pembelajaran, guru memberikan pujian dan penghargaan kepada kelompok yang aktif
dan bekerja dengan baik agar siswa lebih bersemangat, dan siswa yang lainnya
termotivasi.
13)
Guru dan siswa melakukan
refleksi dan mengumpulkan tugas siswa, setelah itu guru menyampaikan sub materi
yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.
c.
Tahap Observasi dan Evaluasi
1)
Hasil Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses
observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi
yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi.
2)
Hasil Evaluasi
Selanjutnya, Pada siklus I ini
dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian setelah penyajian
materi selama 3 kali pertemuan
.
d.
Tahap Refleksi
Beberapa hal yang menjadi bahan refleksi
pada siklus I diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Umumnya siswa menunjukkan
antusias belajar yang positif, seperti menanggapi pertanyaan, keberanian
mengajukan pertanyaan atau tanggapan pada guru, dan keinginan untuk
menyelesaikan contoh-contoh soal yang
diberikan. Namun karena siswa belum terbiasa dengan tindakan yang diberikan maka kelas
menjadi agak gaduh sehingga pengelolaan kelas lebih ditekankan pada siklus II.
2.
Masih ada beberapa siswa yang
sulit dalam berkomunikasi dengan teman kelompoknya. Untuk itu guru harus
membimbing siswa tersebut.
3.
Dari hasil tes siklus 1, masih
terdapat beberapa siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM. Hal ini disebabkan
karena dalam kegiatan pembelajaran selama 3 pertemuan sebelumnya, beberapa
siswa tersebut kurang aktif dalam pembelajaran, tidak memperhatikan penjelasan,
dan tidak hadir dalam beberapa pertemuan.
e.
Keputusan
Hasil belajar siswa pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan
yang telah ditetapkan yaitu tuntas individu jika mempeoleh skor 65 dan tuntas
klasikal apabila mencapai 85% dari jumlah siswa yang tuntas belajar, sehingga
pelaksanaan tindakan masih dilanjutkan pada siklus II dengan berbagai perbaikan
berdasarkan refleksi pada siklus I.
2.
Hasil Angket Respon Siswa
a.
Siklus I
Data mengenai respon siswa pada siklus I
diperoleh dengan angket respon siswa. Adapun deskripsi respon siswa pada siklus
I terlihat pada Tabel 4.11 berikut:
Tabel
4.11 Distribusi Frekuensi Respon Siswa pada Siklus I
NO
|
Aspek
yang Direspon
|
Frekuensi
Respon Siswa
|
Persentase
(%)
|
||
Positif
(ya)
|
Negatif
(Tidak)
|
Positif
(ya)
|
Negatif
(Tidak)
|
||
1.
|
Apakah anda senang dengan
pembelajaran yang baru anda ikuti?
|
23
|
9
|
71,9
|
28,1
|
2.
|
Apakah anda senang dengan teknik
pembagian kelompok?
|
25
|
7
|
78,1
|
21,9
|
3.
|
Apakah anda termotivasi mengerjakan pekerjaan rumah?
|
22
|
10
|
68,8
|
31,2
|
4.
|
Apakah anda termotivasi menyelesaikan soal-soal secara individu?
|
20
|
12
|
62,5
|
37,5
|
5.
|
Apakah pelajaran matematika mudah
anda mengerti/pahami pada kegiatan diskusi
berpasangan?
|
25
|
7
|
78,1
|
21,9
|
6.
|
Apakah rasa percaya diri anda
meningkat dalam mengeluarkan ide/pendapat pada kegiatan berbagi (sharing)
atau tanya jawab?
|
20
|
12
|
62,5
|
37,5
|
7.
|
Apakah anda senang cara guru
membimbing yang kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan?
|
24
|
8
|
75
|
25
|
8.
|
Apakah anda senang dengan pemberian
tes atau evaluasi setiap akhir siklus?
|
21
|
11
|
65,6
|
34,4
|
Berdasarkan Tabel 4.11 di atas
diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas X.1
SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi Siswa yang senang
dengan pembelajaran yang baru mereka diikuti sebanyak 23 siswa (71,9%) sedangkan yang
tidak senang sebanyak 9 siswa (28,1%), Siswa yang senang dengan teknik pembagian
kelompok sebanyak 25 (78,1%) sedangkan yang tidak senang sebanyak 7 siswa (21,9%), Siswa yang termotivasi
mengerjakan pekerjaan rumah sebanyak 22 siswa (68,8%) sedangkan yang tidak sebanyak 10 siswa (31,2%), Siswa yang termotifasi untuk menyelesaikan soal-soal secara individu sebanyak 20 siswa (62,5%) sedangkan yang
tidak sebanyak 12 siswa (37,5%), Siswa yang mudah memahami
pelajaran matematika pada diskusi berpasangan sebanyak
25 siswa (78,1%) sedangkan yang
tidak 7 siswa (21,9%), Siswa yang rasa percaya
dirinya meningkat dalam mengeluarkan ide/pendapat pada kegiatan berbagi (sharing) sebanyak
20 siswa (62,5%) sedaangkan yang
tidak 12 Siswa (37,5%), Siswa yang senang cara guru membimbing pasangan-pasangan yang
kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan sebanyak
24 siswa (75%) sedangkan yang tidak 8 siswa (25%), Siswa yang senang dengan pemberian tes atau
evaluasi setiap akhir siklus sebanyak 21 siswa (65,5%) sedangkan yang tidak suka 11 (34,4%).
3.
Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II
a.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II ini hampir
sama dengan perencanaan pada siklus I, yang antara lain:
1)
Mengkaji hasil refleksi
pelaksanaan siklus I oleh guru dan observer untuk dijadikan sebagai acuan
penentuan tindakan pada pelaksanaan siklus II.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada
model Aptitude Treatment Interaction
(ATI).
3) Menyediakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau soal-soal pada buku paket yang mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk
dikerjakan siswa pada setiap pertemuan secara kelompok.
4) Mempersiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas dan perubahan tingkah laku siswa selama
proses belajar mengajar berlangsung pada pelaksanaan tindakan siklus II dengan
indikator:
a.
Siswa yang mengikuti proses
pembelajaran.
b.
Siswa yang memperhatikan materi
yang dijelaskan oleh guru.
c.
Siswa yang mengajukan
pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti.
d.
Siswa yang menjawab pertanyaan
atau permasalahan yang muncul.
e.
Siswa yang mengerjakan lembar
kegiatan siswa (LKS) a/ soal-soal
yang diberikan.
f.
Siswa yang masih memerlukan
bimbingan mengenai materi pelajaran.
g.
Siswa yang mengajukan diri
mengerjakan soal di papan tulis.
h.
Siswa yang melakukan kegiatan
di luar dari proses belajar mengajar.
5) Mempersiapkan alat evalusi berupa soal tes essay pada siklus II
dengan jumlah soal 5 nomor, untuk melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
berdasarkan materi yang telah diajarkan:
a.
Pada pertemuan kelima dibahas
mengenai Sudut antara garis dan
bidang.
b.
Untuk pertemuan keenam
dibahas mengenai Sudut antara dua bidang
c.
Untuk pertemuan ketujuh dibahas soal-soal bangun ruang yang berkaitan
dengan kedudukan dan jarak titik, garis maupun bidang dalam ruang.
6) Mempersiapkan lembar jawaban tes siklus II yang akan digunakan siswa
untuk menjawab soal tes siklus II saat dilaksanaan tes siklus II.
b.
Tahap Pelaksanaan Tindakan
1)
Pada pertemuan I siklus II ini
guru menyampaikan pokok materi pembelajaran yang akan dibahas dan menyampaikan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2)
Guru memberikan motivasi kepada
siswa untuk membangkitkan minat dan keingintahuan siswa dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan faktual tentang
materi yang akan dipelajari. Sehingga dengan demikian siswa akan mengkonstruksi
sendiri pemahaman mereka. Hal ini dilakukan pada awal pembelajaran di setiap
pertemuan.
3)
Guru membagikan LKS a/ memberi soal latihan yang diambil dari buku
paket dan diberikankepada setiap siswa. dan meminta
siswa menyelesaikannya sendiri meskipun mereka dibagi dalam kelompok-kelompok.
Dalam kegiatan ini siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi pemahaman
mereka.
4)
Siswa dibagi ke dalam 3
kelompok yaitu kelompok tinggi (siswa berkemampuan tinggi/pintar), kelompok
sedang (siswa berkemampuan sedang) dan kelompok rendah (siswa berkemampuan
rendah/sangat rendah) yang
masing-masing dibagi dalam berpasangan dengan teman sebangku sesuai tingkat
kemampuannya.
5)
Untuk kelompok tinggi siswa
diberikan instruksi untuk belajar sendiri/belajar mandiri mengenai kedudukan titik, garis dan bidang dengan menggunakan buku paket dan buku-buku penunjang lainnya.
6)
Mengingatkan siswa untuk
kelompok tinggi mengerjakan soal-soal yang ada di lembar kegiatan siswa (LKS) a/ soal-soal yang telah ditentukan oleh guru yang telah disediakan sebagai tugas individu.
7)
Untuk kelompok sedang dan
rendah siswa diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai kedudukan titik, garis dan bidang dan guru membimbing siswa mengenai materi tersebut.
8)
Siswa mengkomunikasikan secara
lisan atau mempresentasikan materi tersebut.
9)
Guru dan siswa bersama-sama
membahas contoh soal dalam buku paket dan menjawab soal-soal yang belum
dimengerti.
10)
Khusus untuk kelompok rendah
penambahan jam belajar selama sepuluh menit mengenai materi yang belum
dimengerti.
11)
Siswa mengerjakan soal-soal
yang ada pada lembar kegiatan siswa (LKS).
12)
Pada kegiatan akhir
menginstruksikan siswa untuk bergabung kembali antara kelompok tinggi, sedang
dan rendah.
13)
Guru memberikan penjelasan yang
benar tentang materi yang telah dipelajari, dan guru memberikan umpan balik
positif terhadap soal yang dianggap sulit dan mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan dari materi Bangun Ruang.
14) Guru melaksanakan tes akhir
siklus II pada pertemuan keempat untuk memperoleh data skor hasil belajar siswa
siklus II.
c.
Tahap Observasi dan Evaluasi
1) Hasil Observasi
Pada
tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi.
2) Hasil Evaluasi
Selanjutnya,
Pada siklus II ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian
setelah penyajian materi selama 3 kali pertemuan.
d.
Tahap Refleksi
Secara umum dapat
dikatakan bahwa seluruh kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan
dibanding pada siklus I. Hal ini terlihat pada kehadiran siswa meningkat,
keseriusan siswa memperhatikan pelajaran, minat, sikap dan motivasi mereka juga
meningkat.
Setelah diberi
tes untuk menguji kemampuan mereka atas materi yang telah diajarkan, dapat
dikatakan bahwa hasil yang diperoleh mengalami peningkatan hasil belajar
matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Barru Kabupaten Barrudengan
nilai rata-rata belajar siswa sebesar 84,69. Berdasarkan pada
Tabel 4.6, ketuntasan belajar siswa sebesar 87,5%. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan sudah tercapai yaitu
tuntas individu apabila mencapai skor 65 dan tuntas klasikal mencapai 85% dari
jumlah siswa yang tuntas belajar.
Selain itu, berdasarkan dari hasil
observasi siswa sesuai pada tahap observasi dan evaluasi di atas, dapat dilihat
bahwa rasa percaya diri siswa semakin meningkat, mereka tidak merasa minder
lagi ataupun asing dengan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI).
Secara umum dapat dikatakan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) pada Siklus II lebih baik dari
Siklus I. Keberhasilan model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) pada siklus II dapat dilihat dari peningkatan
skor rata-rata hasil belajar siswa dan perubahan siswa yang dinilai lebih baik
dari siklus I.
e.
Keputusan
Hasil belajar siswa pada siklus II
sudah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan dan sebagian besar
siswa telah menerapkan cara-cara belajar sesuai dengan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI).
4.
Hasil Angket Respon Siswa
a.
Siklus II
Data mengenai respon siswa pada siklus II diperoleh dengan angket respon siswa. Adapun
deskripsi respon siswa pada siklus II terlihat pada Tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Respon Siswa pada
Siklus II
NO
|
Aspek
yang Direspon
|
Frekuensi
Respon Siswa
|
Persentase
(%)
|
||
Positif
(ya)
|
Negatif
(Tidak)
|
Positif
(ya)
|
Negatif
(Tidak)
|
||
1.
|
Apakah anda senang dengan
pembelajaran yang baru anda ikuti?
|
30
|
2
|
93,75
|
6,25
|
2.
|
Apakah anda senang dengan teknik
pembagian kelompok?
|
29
|
3
|
90,63
|
9,37
|
3.
|
Apakah anda termotivasi mengerjakan pekerjaan rumah?
|
20
|
12
|
62,5
|
37,5
|
4.
|
Apakah anda termotifasi menyelesaikan soal-soal secara individu?
|
17
|
15
|
53,13
|
46,87
|
5.
|
Apakah pelajaran matematika mudah
anda mengerti/pahami pada kegiatan diskusi
berpasangan?
|
29
|
3
|
90,63
|
9,37
|
6.
|
Apakah rasa percaya diri anda
meningkat dalam mengeluarkan ide/pendapat pada kegiatan berbagi(sharing) atau
tanya jawab?
|
20
|
12
|
62,5
|
37,5
|
7.
|
Apakah anda senang cara guru
membimbing yang kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan?
|
25
|
7
|
78,13
|
21,87
|
8.
|
Apakah anda senang dengan pemberian
tes atau evaluasi setiap akhir siklus?
|
29
|
3
|
90,63
|
9,37
|
Berdasarkan Tabel 4.12 di atas
diperoleh bahwa dari 32 siswa kelas X.1
SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, frekuensi Siswa yang senang dengan pembelajaran
yang baru mereka ikuti sebanyak 30 siswa (93,8%) sedangkan yang tidak 2 siswa (6,2%), Siswa yang senang dengan teknik pembagian kelompok
sebanyak 29 (90,6%) sedangkan yang
tidak senang sebanyak 3 siswa (9,4%), Siswa yang termotivasi mengerjakan
pekerjaan rumah sebanyak 22 siswa (68,8%)
sedangkan yang tidak sebanyak
10 siswa (31,2%), Siswa yang termotifasi untuk menyelesaikan soal-soal secara individu sebanyak 20 siswa (62,5%) sedangkan yang tidak sebanyak
12 siswa (37,5%), Siswa yang mudah memahami
pelajaran matematika pada diskusi berpasangan sebanyak
29 siswa (90,6%) sedangkan yang
tidak 3 siswa
(9,4%), Siswa yang rasa percaya dirinya meningkat dalam mengeluarkan
ide/pendapat pada kegiatan berbagi (sharing)
sebanyak 20 siswa (62,5%) sedaangkan yang tidak 12 Siswa (37,5%), Siswa yang senang cara guru membimbing pasangan-pasangan yang
kurang mengerti dengan soal-soal yang diberikan sebanyak
25 siswa (78,1%) sedangkan yang tidak 7 siswa (21,9%), Siswa yang senang dengan pemberian tes atau
evaluasi setiap akhir siklus sebanyak 29 siswa (90,6%) sedangkan yang tidak suka 3 (9,4%).
C.
Analisi Refleksi Siswa
1.
Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan
hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa setelah
dilakukan pembelajaran dengan
penerapan model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction
(ATI) pada Siklus I sebesar 65,69 dengan standar deviasi 18,981, Skor yang dicapai siswa tersebar dengan skor tertinggi 95 dan skor terendah 33 dari skor tertinggi yang mungkin dicapai
100 dan skor terendah yang mungkin dicapai 0, dengan
rentang skor 62. Sedangkan persentase ketuntasan belajar siswa
sebesar 46,9%. Pada siklus I hasil belajar siswa belum
mencapai indikator keberhasilan maka dilakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan refleksi pada Siklus I.
Hasil
belajar siswa setelah dilakukan refleksi pada Siklus II, sebesar 84,687 dengan standar deviasi 14,081. Skor yang dicapai siswa tersebar dengan skor tertinggi 100 sampai skor terendah 50 dari skor tertinggi yang dicapai 100 dan skor terendah yang
mungkin dicapai 0, dengan rentang skor 50. Jika dikonversi dalam
kategorisasi skala lima berada dalam kategori tinggi. Sedangkan persentase
ketuntasan belajar siswa mencapai 87,5 % dan mencapai ketuntasan belajar yang
ditetapkan.
Dari hasil
analisis deskriptif maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Kabupaten
Barru mengalami peningkatan dan tuntas secara klasikal.
2.
Perubahan Sikap Siswa
Dalam upaya yang dilakukan untuk
melihat keterlaksanaan penerapan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dalam meningkatkan hasil
belajar siswa kelas X.1 SMA negeri 1 Kabupaten Barru, guru dalam hal ini penelitian sendiri tidak terlepas perhatian besar
terhadap perubahan yang terjadi pada sikap siswa dan keaktifan siswa dalam
proses belajar mengajar. Perubahan tersebut merupakan data kualitatif yang
diperoleh dari lembar observasi pada tiap pertemuan yang dicatat pada tiap
siklus oleh guru mata pelajaran sebagai observer selama proses belajar mengajar
berlangsung dikelas. Adapun perubahan-perubahan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a.
Meningkatnya frekuensi kehadiran siswa,
dari siklus I sebesar 95,83% menjadi 98,96% pada siklus II dengan tiap siklus masing-masing 3 kali pertemuan
dengan I kali tes siklus.
b.
Siswa yang memperhatikan materi
yang dijelaskan oleh guru mengalami peningkatan dari 76,04% pada siklus I menjadi 85,42%.
c.
Siswa yang mengajukan
pertanyaan tentang materi pelajaran yang belum dimengerti meningkat dari 18,75% pada siklus I menjadi 29,17% pada siklus II. Ini
menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar di kelas.
d.
Siswa yang menjawab pertanyaan
atau permasalahan yang muncul meningkat dari siklus I sebesar 11,46% ke siklus II
sebesar 21,88%
siswa. ini menunjukkan bahwa ada keberanian dan semangat siswa dalam menjawab
pertanyaan yang diberikan.
e.
Siswa yang mengerjakan LKS yang berupa soal-soal latihan dari siklus I sebesar 82,29% siswa menjadi 91,67% siswa pada siklus II. Seluruh siswa yang hadir pada setiap
pertemuan di siklus II telah dapat menyelesaikan soal-soal latihan.
f.
Tingkat pemahaman siswa akan
materi yang diajarkan mengalami peningkatan, hal ini terlihat dari menurunnya
siswa yang meminta bimbingan dari guru mengenai materi pelajaran yaitu pada
siklus I sebesar 26,04% dan pada siklus II hanya 10,42%.
g.
Keberanian siswa untuk
mengajukan diri mengerjakan soal di papan tulis mengalami peningkatan, pada
siklus I sebesar 15,62% menjadi 34,38% pada siklus II.
h.
Timbulnya kesadaran pada diri
siswa yang ditandai dengan berkurangnya siswa yang melakukan kegiatan lain (ribut,
bermain, dll) pada kegiatan belajar mengajar, dari siklus I sebesar 16,67% siswa menjadi 8,33% siswa pada siklus
II.
Dari uraian tersebut
diatas menunjukkan bahwa dengan diterapkannya tindakan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran Aptitude
Treatment Interaction (ATI) dalam proses pembelajaran dapat mengubah sikap
siswa, meningkatkan motivasi siswa dan
meningkatkan kesungguhan siswa dalam
belajar matematika. Dengan demikian maka penggunaan tindakan dalam penelitaian
ini dapat dikatakan efektif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Penerapan
model pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction (ATI) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas
X.1 SMA Negeri 1 Kabupaten Barru, dari siklus I diperoleh nilai rata-rata
sebesar 65,69 dan siklus II diperoleh nilai
rata-rata sebesar 84,69 dari kategori sedang ke kategori
tinggi.
2.
Terjadi
peningkatan persentase kehadiran, keberanian, percaya diri siswa dalam belajar
matematika sesuai hasil lembar observasi yang diamati selama pelaksanaan
penelitian.
B. SARAN
Saran-saran yang dapat dikemukakan
dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah:
1.
Diharapkan
kepada guru bidang studi khususnya guru mata pelajaran matematika agar dapat menerapkan model
pembelajaran Aptitude Treatment
Interaction (ATI) dalam meningkatkan hasil belajar
siswa sebagai variasi dalam pengajaran matematika.
2.
Untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa harus dilibatkan dalam proses pembelajaran sehingga
tercipta kemandirian dalam memecahkan masalah, sehingga pembelajaran tersebut
merupakan salah satu metode alternatif.
3.
Diharapkan kepada para pengajar
bidang studi matematika agar memberikan latihan yang cukup dan berulang, baik
berupa soal-soal latihan yang dikerjakan di sekolah maupun dikerjakan di rumah
dengan membuat soal secara bertahap mulai dari mudah ke yang sulit agar siswa
lebih terlatih dan memiliki kepandaian dalam menyelesaikan soal-soal
matematika.
4.
Diharapkan kepada peneliti lain
dalam bidang kependidikan khususnya pendidikan matematika dapat meneliti lebih
lanjut tentang cara atau metode yang relaif dan efisien untuk mengatasi
kesulitan siswa dalam mempelajari matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Sudaryono, dkk. 2013. Pengembangan Instrumen Penelitian
Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Arikunto,Suharsimi. 2010. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Aunurrahman. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta
Nurdin, Syafruddin. 2005. Model Pembelajaran yang Memperhatikan
Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat: Quantum
teaching.
Slameto. 2003. Belajar dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Edisi Revisi. Cet: Keempat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suharti. 2008. Implementasi Pendekatan
Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Murid Kelas V SD Negeri
261 Tarasu Kabupaten Bone Pada Materi Bangun Ruang. Skripsi FKIP. Unismuh Makassar.
Waid, Abdul. 2011. Trategi Kebut
Skripsi. Cet: Pertama. Jakarta: MedPress (Anggota IKAPI).
Sudaryono, dkk. 2013. Pengembangan
instrumen penelitian pendidikan. Edisi pertama. Cet:cetakan pertama. Yogykarta.
Graha Ilmu.